Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Pakan Ternak Terancam Gangguan Impor Bahan Baku

Wabah virus corona di China berpeluang mengganggu pasokan terhadap bahan baku pakan ternak Indonesia. Hal itu berpeluang membuat produsen pakan ternak merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan produk tersebut dari negara lain.
Peternak mengambil telur di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Peternak mengambil telur di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha industri pakan ternak berpotensi harus merogoh kocek lebih dalam jika gangguan pasokan bahan baku asal China berlanjut.

Adapun, produk zat aditif yang dimaksud adalah premiks, suplemen pakan, atau aditif pakan. Kendati demikian, pelaku usaha pakan ternak mengaku, sejauh ini kegiatan produksi belum terganggu lantaran mereka masih memiliki stok zat aditif yang merupakan campuran untuk pakan ternak. 

"Karena [gangguan pasokan dari China] baru sebentar terus terang belum terasa dampaknya. Zat aditif jumlahnya sedikit dan pabrik punya stok cadangan. Cepat atau lambat akan terganggu, namun untuk saat ini belum ada keluhan," kata Associate Director PT CJ Feed Haris Muhtadi kepada Bisnis, Kamis (20/2/2020).

Haris tak memungkiri jika pasokan zat aditif pakan ternak sebagian besar dipasok dari luar negeri. Dia pun menjelaskan bahwa zat aditif dari China cenderung lebih murah 40 persen dibandingkan zat aditif produksi Eropa atau Amerika Serikat.

"Harga dari China biasanya 60 persen dari harga zat aditif asal Eropa dan Amerika Serikat. Misal pasokan dari China tidak ada, bisa mengambil dari produsen lain namun ada perbedaan harga. Namun tidak sampai menghentikan produksi," ujarnya.

Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengemukakan harga murah bahan baku penolong yang ditawarkan oleh China memang secara ekonomis menguntungkan bagi Indonesia. Dia mengemukakan kehadiran bahan baku ini dapat mendorong daya saing produk olahan Indonesia, termasuk pada produk yang bakal diekspor kembali.

"Kita akan kehilangan komponen yang dibutuhkan karena produksi yang terganggu di sana. Kita akan kehilangan input yang dibutuhkan dalam produksi," ujar Yose.

Menurut catatannya, hampir 60 persen kebutuhan bahan baku penolong yang dibutuhkan di dalam negeri berasal dari China. Jika Indonesia memilih negara alternatif, dia mengemukakan tantangan yang harus dihadapi adalah akses yang lebih sulit dan biaya yang lebih besar.

"Selama ini kita menilai produk impor murah adalah kerugian bagi kita. Padahal bahan baku murah ini bisa memicu produksi yang lebih efisien dan mendukung daya saing untuk ekspor," ujarnya.

Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor makanan hewan sepanjang Januari-November 2019 tercatat mencapai volume 80.815 ton atau naik 45 persen dibandingkan ekspor periode yang sama pada 2018 yakni sebesar 55.631 ton.

 Dari segi nilai, ekspor makanan hewan mencapai US$50,58 juta, naik 36,52 persen dibandingkan pada Januari-November 2018 yang berjumlah US$37,05 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper