Bisnis.com, JAKARTA – Kampanye penggunaan listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap perlu lebih ditingkatkan.
PLTS atap ini sebuah panel surya dipasang di atap rumah atau gedung yang akan memenuhi kebutuhan listrik di rumah maupun gedung itu. Pembangunan PLTS atap ini pun tengah digenjot oleh pemerintah.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan energi matahari yang masuk ke Indonesia dalam 1 jam mampu digunakan sebagai daya PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) atap selama 1 tahun.
"Atap murah saja dipasang PLTS menghasilkan 656 GW. Ini bisa buat Indonesia 100 persen menggunakan renewable energy," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (13/2).
Namun, kendala selama ini dalam pemasangan PLTS atap oleh individu yakni tidak punya informasi yang memadai. Kalaupun ingin mencari informasi, masyarakat pun tidak mudah memperoleh informasi yang lengkap dan komprehensif. Selain itu insentif untuk pasang PLTS juga terbatas.
"Untuk rumah tangga, dengan permen ESDM No. 49/2018 dengan ketentuan nilai transfer daya 1:0,65 sebenarnya tidak menarik karena dengan nilai investasi saat ini dan dibandingkan dengan tarif listrik, pay back period investasi mencapai 12 tahun. Jika 1:1 maka investasi lebih cepat sekitar 7-8 tahun," tuturnya.
Baca Juga
Selain itu, untuk memiliki PLTS atap untuk rumah tangga pembiayaan awal (up front capital) yang tinggi menjadi kendala. Yang dibutuhkan adalah pinjaman untuk investasi awal, dengan tenor pengembalian 3-5 tahun dengan bunga lunak.
"Di beberapa tempat, informasi yang kami dapat kendalanya adalah di PLN karena ketersediaan meter exim yang terbatas. Jadi pelanggan harus menunggu berbulan-bulan untuk bisa memasang PLTS," ucap Fabby.
Pemerintah sendiri tengah menggenjot pembangunan PLTS atap. Menteri ESDM Arifin Tasrif menargetkan akan ada 800 unit PLTS atap rumah atau setara 37 MW yang dibangun pada tahun ini.
Pembangunan PLTS rooftop ini juga merupakan upaya pemerintah meningkatkan rasio elektrifikasi yang saat ini mencapai 98,89 persen dimana di tahun ini pun ditargetkan elektrifikasinya mencapai 100 persen.
"Karena dengan adanya PLTS rooftop di rumah akan besar biayanya dan ini akan membantu, tambahan 37 MW seluruh titik Indonesia," katanya.
Adapun sebaran pembangunan 800 PLTS rooftop untuk wilayah Sumatra ada 80 unit, di mana Sumatera Utara 15 unit, Sumatera Selatan 15 unit, Lampung 20 unit, dan Bangka Belitung 30 unit.
Pulau Jawa sebanyak 194 unit, di mana Jawa Timur sebanyak 100 unit, dan Jawa Tengah sebanyak 94 unit. Bali sebanyak 90 unit, NTT 100 unit, Maluku 20 unit, Maluku Utara sebanyak 40 unit. Pulau Kalimantan 90 terdiri dari Kalimantan Utara 70 unit dan Kalimantan Tengah 20 unit.
Selanjutnya, Pulau Sulawesi sebanyak 110 unit, di mana Sulawesi Selatan 15 unit, Sulawesi Barat 15 unit, dan Sulawesi Utara sebanyak 80 unit. Papua sebanyak 76 unit, di mana Papua Barat 30 unit, dan Papua 46 unit.
Pembangunan PLTS atap ini dilakukan di daerah yang belum dan susah akses listriknya. Adapun pembangunan ini dilakukan baik pemerintah melalui APBN maupun swasta.
Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andhika Prastawa mengatakan sejak tahun 2017, pemerintah telah program Gerakan Nasional Satu Juta Surya Atap (GNSSA).
Jumlah pemanfaatan panel surya atap di Indonesia baru di kisaran 700 kilowatt (KW) di 2017 lalu. Pemanfaatan panel surya pun terus bertambah dimana berdasarkan data PLN per Desember 2019 lalu mencapai 6.400 KW dari target 6.400 MW PLTS yang terpasang pada 2025.
"Jumlahnya memang masih kecil kalau dibandingkan energi lainnya. Tapi akselerasi panel surya atap ini meningkat berkali-kali lipat dalam waktu singkat. Ini menandakan kesadaran masyarakat dalam menggunakan listrik EBT," tuturnya.