Bisnis.com, JAKARTA – Para pengembang properti didorong untuk mengantisipasi sejumlah tantangan agar bisa menangkap peluang dari gemuknya pasar kalangan segmen milenial.
Director and Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan segmen milenial menjadi pasar properti yang cukup prospektif meski preferensi dalam memilih properti bisa beda-beda.
Namun, saat ini ada kecenderungan perbedaan pemikiran dari generasi milenial terhadap generasi sebelumnya dalam kenginan memiliki hunian.
Menurut Anton, generasi sebelumnya cenderung ingin memiliki rumah lantaran sebagai kebutuhan, sedangkan saat ini generasi milenial yang lahir antara tahun 1980-1990 rata-rata tidak selalu ingin memiliki rumah.
Dia mengatakan bahwa saat ini kecenderungan mereka adalah hanya membutuhkan tempat tinggal meskipun tidak harus membeli. Mereka bisa menyewa hunian sehingga yang terpenting adalah kebutuhan akan tempat tinggal terpenuhi.
"Ini yang harus diantisipasi oleh pengembang,” kata Anton, Rabu (12/2/2020).
Baca Juga
Kendati demikian, Anton menyebut bahwa potensi segmen yang menyasar kaum milenial masih sangat besar untuk digarap para pengembang properti.
Berdasarkan catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR pada 2019 lalu, diperkirakan terdapat 81 juta orang dari generasi milenial yang belum memiliki rumah. Angka itu setara dengan 31 persen populasi Indonesia.
Di sisi lain, Anton mengatakan bahwa pemilihan lokasi dinilai sangat penting dan menjadi prioritas utama generasi ini untuk memilih hunian untuk tempat tinggal. Untuk itu, pengembang harus memikirkan hal tersebut.
Anton mengatakan bahwa kaum milenial cenderung memilih lokasi residensial yang dekat dengan tempat kerja, fasilitas umum, dan pusat keramaian. Minat kalangan milenial saat ini lebih ke tengah kota, bukan pinggir kota.
"Karena itulah bagi mereka opsi menyewa pun tidak masalah, asalkan di tengah kota," ujarnya.
Pengamat properti Aleviery Akbar mengatakan bahwa Indonesia akan mengalami ledakan populasi usia produktif di tahun 2030 sekitar lebih 100 juta lebih. Melihat kondisi tersebut, bukan mustahil bagi pengembang untuk membidik kaum tersebut sebagai target pasar.
"Artinya dalam 10 tahun ke depan akan ada ledakan kaum milenial sekitar umur 20-39 di Indonesia, maka pemerintah dan pengembang harus jeli melihat peluang ini," katanya.
Menurutnya, ada upaya atau langkah untuk menangkap potensi besar dari segmen milenial bagi para pengembang antara lain strategi pemasaran melalui teknologi karena lebih dari 70 persen milenial memanfaatkan perangkat ini.
Selain itu, strategi pemasaran juga bisa dilakukan dari mulut ke mulut, influencer, dan soft selling bukan memaksa milenial membeli properti tapi lebih kepada konten yang menyentuh dan menyadarkan pentingnya memiliki hunian.
Pemerintah dan pengembang juga didorong untuk memberikan kemudahan dalam hal mendapatkan data dan informasi seperti properti yang dijual; legalitas; marketabilitas seperti kemudahan dijual/disewa; serta nilai lingkungan yaitu akses transportasi, fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Selanjutnya, pengembang dan pemerintah juga harus memikirkan nilai konsep tata ruang; rekam jejak pengembang; pinjaman bank baik KPR/KPA; pajak; dan pertumbuhan ekonomi setempat.