Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

CPOPC Tolak Kebijakan Batas Maksimum 3-MCPD

Kebijakan dua batas maksimum 3-MCPD UE dianggap diskriminatif lantaran berlawanan dengan manajemen risiko kontaminan yang lazim berlaku.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sambutan dalam acara Mandiri Investment Forum 2020 di Jakarta, Rabu (5/2). Seminar yang mengangkat tema Advancing Investment-Led Growth ini diselenggarakan untuk mendorong partisipasi swasta di sektor investasi, sehinga momentum pertumbuhan ekonomi nasional terjaga.Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sambutan dalam acara Mandiri Investment Forum 2020 di Jakarta, Rabu (5/2). Seminar yang mengangkat tema Advancing Investment-Led Growth ini diselenggarakan untuk mendorong partisipasi swasta di sektor investasi, sehinga momentum pertumbuhan ekonomi nasional terjaga.Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Negara-negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) menyatakan keberatan atas kebijakan dua batas maksimum 3-MCPD UE, khususnya penetapan 1,25 ppm untuk minyak nabati yang diproduksi negara anggota Uni Eropa.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan aturan itu diskriminatif lantaran berlawanan dengan manajemen risiko kontaminan yang lazim berlaku. Dia mengatakan batasan maksimum 3-MCPD (3-Monochloropropanediol) sebesar 2,5 ppm adalah batas keamanan (safety level) yang dapat diterima untuk konsumsi.

Dengan demikian UE juga perlu menerapkan satu batas maksimum yang berlaku untuk semua minyak nabati, termasuk untuk negara anggotanya.

“Konsumen akan disesatkan untuk percaya bahwa minyak sawit itu lebih buruk daripada minyak nabati yang sebenarnya memiliki batas 3-MCPD lebih rendah,” ujar Airlangga, Jumat (7/2/2020)

Menurutnya, jika aturan itu berlaku maka kelapa sawit akan mendapatkan hambatan non tarif. Hambatan tersebut merupakan kampanye terhadap konsumen.

"Ini yang paling bahaya. Biasanya mereka katakan nggak bisa apa-apa untuk urusan konsumen, jadi kita harus aware dan harus mempersiapkan langkah strategis," kata Airlangga.

Sebab itu, Indonesia dan Malaysia harus menyamakan standar untuk melawan diskriminasi Eropa yang saat ini tengah menggodog kebijakan tentang penetapan dua batas maksimum Free 3 MCPD dan fatty esters 3 MCPD.

"CPOPC harus menyelesaikan standar dulu, sekarang standar RSPO yang diadopsi Eropa dan ISPO oleh Indonesia, MSPO oleh Malaysia, itu harus satu dulu. Kita ngga bisa menghadapi Eropa dengan multiple standar di mana CPOPC antara Indonesia-Malaysia belum duduk, jadi itu dulu diselesaikan."

Jika langkah tersebut selesai, imbuhnya, itu akan memudahkan untuk kampanye di negara lain dan meningkatkan power negosiasi.

"Karena Indonesia dan Malaysia 80 persen produksi dunia. Kalau 80 persen mengatakan mau standar seperti ini, maka pihak lain tidak bisa apa-apa. Selama kita belum, maka dia [Eropa] bilang pakai saja standar saya, RSPO," tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper