Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gapki Dukung Peningkatan Serapan dalam Negeri untuk Perbaiki Kinerja Sawit

Kinerja industri kelapa sawit dalam negeri mencatatkan pertumbuhan yang baik dari segi volume sepanjang semester I/2019. Kendati demikian, pendapatan selama periode tersebut tak setinggi periode yang sama pada 2018.
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA Kinerja industri kelapa sawit dalam negeri mencatatkan pertumbuhan yang baik dari segi volume sepanjang semester I/2019. Kendati demikian, tren harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang bergerak di kisaran harga rendah mengakibatkan pendapatan selama periode tersebut tak setinggi periode yang sama pada 2018.

Dari segi ekspor, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Mukti Sardjono mengemukakan minyak sawit Indonesia cenderung tidak tumbuh maksimal. Kenaikan pada semester I tercatat sebesar 10 persen dengan volume 16,84 juta ton dibanding periode yang sama 2018 di angka 15,30 juta ton.

"Kalau dari sisi volume memang masih bagus, hanya saja dari segi harga yang kurang begitu bagus," ujar Mukti kala dihubungi Bisnis, Selasa (13/8/2019).

Berdasarkan catatan Gapki, harga CPO global sepanjang semester I bergerak di kisaran US$492,5-US$567,5/ton. Adapun harga rata-rata selama periode ini berada di angka US$501,5-US$556,5/ton.

Mukti tak merinci besaran nilai ekspor CPO sepanjang Januari sampai Juni, namun ia mengemukakan produk sawit Indonesia menghadapi sejumlah tantangan di pasar global, khususnya ke negara-negara tujuan ekspor utama seperti India dan negara-negara Uni Eropa. Untuk India yang pada 2018 lalu menjadi negara tujuan ekspor CPO sekitar 6 juta ton, Indonesia menghadapi tantangan tarif impor yang lebih tinggi dibanding eksportir lainnya, yakni Malaysia.

"Kami harap pemerintah bisa melobi India dengan lebih baik, paling tidak tarif impor kita yang dikenakan pada produk kita bisa sama dengan yang dikenakan pada Malaysia. Kalau sama, persaingannya akan seimbang. Kalau bisa seperti itu ekspor bisa meningkat," tutur Mukti.

Meski terdapat dorongan untuk menggarap pasar-pasar nontradisional, Mukti berpendapat Indonesia tetap perlu menjamin akses ke mitra dagang tradisional yang memang memiliki konsumsi CPO tinggi. Posisi India sebagai importir CPO terbesar Indonesia sendiri disusul oleh negara-negara Uni Eropa dan China. 

Untuk semester I/2019, ekspor ke dua kawasan tersebut masing-masing membukukan pertumbuhan 0,7 persen dan 32 persen.

Guna memperbaiki kinerja sawit pada masa mendatang, Mukti mengharapkan program bauran CPO untuk kebutuhan energi yang dicanangkan pemerintah lewat B20 dan B30 bisa terealisasi secara maksimal. Kebijakan tersebut ia nilai bisa memberi dampak positif pada harga minyak kelapa sawit. 

"Untuk memperbaiki kinerja sawit kita, kami dukung untuk konsumsi lewat program CPO untuk energi. Selain itu, kami juga mendorong ekspor ke negara tradisional yang harus dipertahankan karena volumenya besar. Untuk nontradisional seperti Afrika dan Timur Tengah, itu pasar-pasar potensial yang bisa kita garap. Salah satu upaya mendorongnya lewat perjanjian bilateral," kata Mukti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper