Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia menilai revisi Peraturan Menteri Perhubungan No.53/2018 tentang Kelaikan Peti Kemas dan Berat Kotor Peti Kemas Terverifikasi harus mampu menghilangkan dampak negatif berupa penambahan biaya bagi pelaku usaha.
Ketua DPP Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Khairul Mahalli, menuturkan setiap peraturan pasti ada pengaruhnya terhadap pelaku usaha.
"Positif untuk standardisasi secara nasional dan internasional. Negatif bila mempersulit pelaku usaha dan penambahan biaya," Senin (3/2/2020).
Khairul juga mengeluhkan biaya verified gross mass of container atau berat kotor peti kemas terverifikasi yang menjadi beban biaya tambahan bagi eksportir.
Menurutnya, biaya verifikasi berat kotor kontainer tersebut seharusnya sudah menjadi bagian dari freight atau biaya angkutan, sehingga tidak menjadi ongkos tambahan atau peningkatan biaya angkutan.
"Di beberapa pelabuhan, biaya menjadikan ekspor tidak berdaya saing, biaya ekonomi tinggi. VGM dibebankan biayanya kepada eksportir," jelasnya.
Baca Juga
Kemenhub berencana merevisi Peraturan Menteri Perhubungan No.53/2018 terutama terkait dua hal yakni penilaian kelaikan peti kemas yang dapat dilakukan oleh badan klasifikasi dan aturan VGM yang dapat menjadi jaminan agar bobot peti kemas yang diangkut sesuai dengan dokumen.
Khairul menyatakan selama tak menambah biaya logistik, para pelaku usaha tidak berkeberatan dengan rencana untuk melibatkan badan klasifikasi pada penilaian kelaikan peti kemas.
GPEI pun menyarankan bahwa depo kontainer mempunyai peranan penting untuk menentukan kontainer yang layak atau tidak layak digunakan.
Adapun rencana soal VGM, pelaku usaha menekankan agar penghitungan berat kotor peti kemas tidak menjadi biaya tambahan seperti selama ini yang terjadi di sejumlah pelabuhan.