Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengungkit Daya Saing Baja Lokal

Kementerian Perindustrian akan melakukan setidaknya dua hal untuk mengungkit daya saing industri baja nasional, yakni pembuatan basis data penawaran-permintaan baja nasional dan efisiensi energi dalam produksi baja.
Pekerja mengawasi proses produksi lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Pekerja mengawasi proses produksi lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman

Bisnis.com, JAKARTA - Baja merupakan salah satu barang paling banyak diimpor sepanjang 2019. Daya saing industri lokal perlu diungkit.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa insentif pengurangan pajak ekspor dari pemerintah China membuat baja dari Negeri Tirai Bambu lebih murah 15 persen—20 persen dari baja lokal. Namun, baja China tetap lebih murah 8 persen—13 persen dibandingkan baja lokal jika insentif tersebut dicabut.

Kementerian Perindustrian akan melakukan setidaknya dua hal untuk mengungkit daya saing industri baja nasional, yakni pembuatan basis data penawaran-permintaan baja nasional dan efisiensi energi dalam produksi baja. Dua hal ini diklaim akan meningkatkan utilitas pabrik dalam negeri.

“Saya masukkan seluruh produksi dalam negeri itu dalam sistem data base. Jadi, orang mau impor, proses assessment-nya nanti dalam sistem informasi baja nasional, Sibana namanya. Itu untuk meningkatkan utilitas [industri] baja,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Harjanto, baru-baru ini.

Input data industri baja akan menjadi fokus. Ada 45.000 jenis baja dalam 180 pos tarif yang akan dimasukkan ke data base. Setelah itu, input diperluas ke produk turunan baja.

Selain itu, status limbah beracun dan berbahaya (B3) pada slag akan diubah untuk menurunkan biaya produksi. Perubahan status ini akan meningkatkan daya saing pabrik baja lantaran slag menjadi produk sampingan (by product) sebagai bahan baku pupuk, semen, maupun aspal.

Di samping itu, penggunaan energi dalam proses produksi perlu diefisienkan. In-efisiensi penggunaan energi adalah salah satu penekan daya saing baja lokal. Oleh karena itu, pabrikan baja lokal pun didorong melakukan integrasi dari hulu ke hilir untuk menghemat penggunaan energi.

“Kita harus punya pabrik baja terintegrasi—kayak di Morowali—lebih banyak. Kalau terintegrasi energy cost-nya lebih efisien. Sekarang pabirk-pabrik baja kita tidak terintegrasi karakternya, padahal di negara lain terintegrasi. Ini yang membuat pabrik baja mereka sangat efisien,” paparnya.

Mengungkit Daya Saing Baja Lokal

Untuk mengamankan pasar, pemerintah juga tengah mengharmonisasi standar nasional Indonesia (SNI) wajib terkait dengan industri baja. “Proses harmonisasi tersebut akan rampung dalam waktu dekat,” ujar Diretur Industri Logam Kemenperin Dini Hanggandari.

Langkah harnomisasi ini tidak terlepas dari peningkatan impor baja lapis aluminium-seng oleh pelaku industri hilir baja. Selain itu, Kemenperin telah mencatat baja sebagai barang paling banyak diimpor sepanjang 2019.

“Targetnya [baja] long dan flat turun impornya. Kami maunya [pabrik dan konsumen] gunakan dulu produk dalam negeri,” kata Dini kepada Bisnis.

Wakil Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Ismail Mandry menyebut dua penyebab daya saing baja lokal rendah, yakni rumitnya regulasi dan tingginya harga gas. “Indonesia memaksakan regulasi [tata niaga] ke dunia. [Alhasil] kami tidak bersaing,” katanya kepada Bisnis, Selasa (7/1).

Industri Baja Lokal harus Dilindungi

Ketua Umum IISIA Silmy Karim mengatakan industri baja lokal harus dilindungi dari potensi banjir impor produk China dengan regulasi. Pemerintah dapat memasang hambatan tarif maupun nontarif.

“Yang lebih penting adalah pengawasan atas baja impor yang mengakali bea masuk dengan HS [harmonize system] Code yang tidak terkena bea,” katanya kepada Bisnis.

Untuk proteksi nontarif, Silmy menyarankan agar membatasi jalur masuk baja impor menjadi dua pelabuhan. Selain itu, jumlah importir juga dapat dibatasi mengingat sebagian besar jenis baja yang dibutuhkan industri hilir sudah diproduksi di dalam negeri.

Kementerian Perdagangan harus selektif dalam mengeluarkan ijin impor, adapun Kementerian Perindustrian harus selektif merekomendasikan impor. “Yang penting bagaimana tata niaga dijaga agar industri baja tak terpuruk.”

Proteksi terhadap industri baja lokal dinilai penting lantaran China memiliki kapasitas produksi terbesar dunia, baik secara kualitas maupun kuantitas. Industri baja China adalah raksasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Sumber : Bisnis Indonesia

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper