Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cerita Carmelita Hartoto Menakhodai Andhika Lines

Keputusannya menangani Andhika Group diambilnya mendadak. Dia tidak pernah dipersiapkan mendiang ayahnya, Hartoto Hardikusumo, untuk mewarisi usaha yang dirintisnya.
Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto (kanan), memberikan paparan didampingi Wakil Ketua Umum II Darmadi Go, saat diskusi Strategi Percepatan Penerapan Cabotage Naik Kelas di Jakarta, Senin (25/9)./JIBI-Dwi Prasetya
Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto (kanan), memberikan paparan didampingi Wakil Ketua Umum II Darmadi Go, saat diskusi Strategi Percepatan Penerapan Cabotage Naik Kelas di Jakarta, Senin (25/9)./JIBI-Dwi Prasetya

Keputusannya menangani Andhika Group diambilnya mendadak. Dia tidak pernah dipersiapkan mendiang ayahnya, Hartoto Hardikusumo, untuk mewarisi usaha yang dirintisnya. Itu mengapa selepas kuliah, dia bekerja di sebuah perusahaan perdagangan (trading company) di London Inggris.

Kepulangannya untuk berlibur di Tanah Air pada 1995 berujung duka. Ayahnya wafat. Keluarga Hartoto sempat berada di posisi dilematis antara menjual atau meneruskan usaha yang didirikan sang ayah pada 1972.

Atas dukungan sang bunda, Carmelita Hartoto, si sulung dari tiga bersaudara, memutuskan melanjutkan roda perusahaan dan meninggalkan pekerjaannya di London.

Ternyata, bukan perkara mudah bagi Carmelita terjun ke dunia shipping. Semasa hidup, ayahnya tidak pernah ingin dia menggeluti bidang itu karena pelayaran dianggap pekerjaan laki-laki. Carmelita dan dua saudara perempuannya tidak pernah dipersiapkan untuk meneruskan usaha ayah.

“Saya sendiri tak pernah terpikirkan dan membayangkan, kecuali menjalankan apa yang ayah saya kerjakan,” kenangnya.

Carmelita belajar dari nol di salah satu anak perusahaan, yakni Adhiraksha Tama. Di situ dia belajar tentang detail sistem kerja, pergudangan, logistik, dan supply chain.

Perbedaan visi dan misi membuat keluarga Hartoto berpisah dengan partner bisnis pada 2.000-an. Pascapembagian aset, armada Andhika Lines menyusut dari 33 kapal menjadi dua kapal. Namun, kondisi itu justru memacu Carmelita untuk mempelajari semua aspek pelayanan di dunia pelayaran hingga akhirnya jumlah armada Andhika Lines bertambah meskipun belum sebanyak saat perusahaan di bawah kendali ayahnya.

Bagi Carmelita, masa-masa terberat dalam perjalanan bisnisnya adalah saat hubungan perusahaan shipping dengan perbankan tidak semesra dekade 1970—1980. Sebelum 1989, dunia pelayaran masih didukung penuh bank-bank. Namun setelah itu, ada kecenderungan perbankan melihat pelayaran sebagai bisnis yang berisiko tinggi.

“Kami harus mulai lagi membangun kepercayaan dengan customer. Sebagian ada yang sudah terbiasa dengan cara kami bekerja dan merasa nyaman.”

Dalam memimpin Andhika Lines, Carmelita menggabungkan profesionalisme dan rasa kekeluargaan. Kombinasi keduanya dianggap paling pas agar direksi, staf, dan tim operasional merasa perusahaan sebagai rumah mereka.

Lalu, apa yang biasanya dia lakukan saat Carmelita menghadapi masalah perusahaan yang sulit diputuskan? ”Biasanya cara saya adalah mempelajarinya dengan tenang, mencoba berkomunikasi dengan yang lain, dan duduk bersama memecahkan masalah.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Hendra Wibawa
Sumber : Bisnis Indonesia
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper