Bisnis.com, JAKARTA - PT PLN (Persero) mulai menerapkan mekanisme take of pay dalam kontrak pembelian gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) pada tahun ini.
Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan pada tahun ini pihaknya sudah menyepakati kontrak take or pay dengan Kilang tangguh sebanyak 40 kargo LNG. Jumlah tersebut lebih rendah dari rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2020 yang mematok kebutuhan sebesar 56 kargo.
Artinya, PLN masih perlu mencari sumber-sumber tambahan untuk memenuhi kebutuhan LNG. Sumber-sumber LNG tersebut dapat berasal dari Kilang Bontang maupun dipasok dari pipa gas.
Adapun kontrak take or pay di Kilang Tangguh tidak hanya berlaku tahun ini. PLN juga telah menandatangani kontrak take or pay sebanyak 16 kargo LNG untuk tahun depan.
Sementara itu, pada tahun lalu, realisasi kebutuhan gas PLN mencapai 57 kargo atau lebih tinggi dari rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) yang sebanyak 53 kargo. Semua kebutuhan gas tersebut dipasok dari Kilang Bontang tanpa menggunakan mekanisme take or pay.
"Jadi, kapan take or pay, itu harus dilihat dari kebutuhannya. [Dulu] karena [kebutuhan gas] tidak pasti. Kalau dia pasti kontinu kami akan pakai take or pay," katanya kepada Bisnis, Kamis (16/1/2020).
Menurutnya, risiko pembelian di pasar spot lebih rendah daripada take or pay. Pasalnya, PLN tidak perlu lagi membayar ketika komitmen pembelian gas tidak jadi dilakukan.
Dengan mekanisme take or pay, PLN harus membayar sesuai dengan kontrak pembelian gas. Apalagi, kebutuhan energi pembangkit listrik sangat bergantung pada kondisi cuaca.
Misalnya, jika terjadi musim hujan yang panjang, PLN akan lebih cenderung mengoptimalkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Kondisi tersebut akan memengaruhi pengoperasian pembangkit yang lain, termasuk PLTG.