Bisnis.com, JAKARTA - Terungkap, setahun sebelum kecelakaan JT 610, Lion Air Indonesia mempertimbangkan untuk memberi pelatihan simulator kepada pilotnya sebelum menerbangkan Boeing 737 MAX.
Namun, rencana tersebut tidak terlaksana setelah pabrikan pesawat Negeri Paman Sam menyatakan kepada Lion Air bahwa pelatihan itu tidak diperlukan.
Pada 2018, Lion Air JT 610 yang mengangkut 189 penumpang mengalami kecelakaan di Laut Jawa. Dari hasil investigasi, kurangnya pelatihan dan ketidakpahaman kru pesawat dengan fitur pengendali penerbangan di 737 MAX menjadi faktor utama terbukti menjadi penyebab tragedi tersebut.
Berdasarkan dokumen internal Boeing yang diterima Bloomberg, pegawai perusahaan sebenarnya telah mengungkapkan kebutuhan pelatihan simulator 737 MAX bagi sejumlah klien besar Boeing. Pesan yang ditulis oleh karyawan Boeing tersebut dimuat dalam 100 lembar surat komunikasi internal perusahaan.
Dokumen tersebut telah diserahkan kepada pemangku kepentingan di AS, termasuk Federal Aviation Administration dan dirilis secara lengkap pada Kamis (10/1/2020). Sayangnya, nama Lion Air dalam dokumen tersebut dihapus.
Menurut dokumen asli dari Komite Transportasi dan Infrastruktur di dewan perwakilan, nama maskapai Indonesia tersebut tercantum dalam dokumen tersebut.
Baca Juga
"Sekarang Lion Air sialan itu mungkin butuh latihan simulator untuk menerbangkan MAX dan mungkin karena kebodohan mereka. Saya berusaha keras untuk mencari cara bagaimana menyelesaikan ini sekarang! idiot," tulis salah satu karyawan Boeing pada Juni 2017.
Seorang karyawan bekerja di sebuah pesawat udara Boeing 737 Max di Bandara Kota Renton di Renton, Washington, Amerika Serikat, Jumat (10/1/ 2020)./Reuters.
Merespons tulisan tersebut, salah satu rekan kerja membalas dengan kata-kata kasar: "WHAT THE F%$&!!! Tetapi anak usahanya sudah menerbangkan ini!"
Anak usaha yang dimaksud adalah Malindo Air, yang berbasis di Malaysia. Seperti diketahui, Malindo Air merupakan maskapai yang menerbangkan MAX pertama kali secara komersial.
Pelatihan simulator dapat melemahkan penjualan pesawat sehingga kru hanya dilatih dengan versi 737 yang lama setelah mendapatkan pelatihan singkat melalui komputer.
Dalam laporan pada 29 Oktober 2018, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengutip bahwa kegagalan Boeing untuk menjelaskan kepada pilot terkait dengan fitur baru penerbangan di dalam pesawat tersebut dan kebutuhan pelatihan bagi pilot akan membantu merespon malfungsi yang timbul di dalam pesawat.
Laporan juga mengungkapkan ketidakmampuan kru pesawat untuk menjalankan pemeriksaan darurat, menerbangkan pesawat secara manual dan mengkomunikasikan kondisi darurat tersebut. Kopilot dalam pesawat naas JT 610 menghabiskan waktu selama empat menit untuk membaca prosedur darurat yang seharusnya sudah diingatnya.
Terkait dengan dokumen ini, Lion Air menolak membarikan komentar. Namun, sumber Bloomberg mengungkapkan Lion Air telah menyampaikan kekhawatirannya soal kebutuhan pelatihan simulator MAX 737.
Beberapa pesan dalam dokumen tersebut menunjukkan tekanan terhadap pegawai dan konsumen Boeing untuk menghindari pelatihan tambahan. Boing bersikukuh menolak permintaan pelatihan simulasi yang diajukan Lion Air.
Beoing tidak merespon tentang permintaan tersebut. Namun, perusahaan mengungkapkan temuan kekurangan keamanan di dalam pesawat yang disampaikan di dalam dokumen telah ditangani.
"Dokumen ini tidak mengambarkan kehebatan Boeing," kata plt. CEO Boeing Greg Smith, Jumat (11/1/2020).
Pasalnya, bahasa di dalam pesan internal tersebut tidak sopan untuk percakapan penting seperti itu dan pegawai yang menulis pesan tersebut tidak mencerminkan Boeing sebagai korporasi dan budaya perusahaan yang telah dibentuk.