Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan moneter yang dikeluarkan negara-negara berkembang dinilai berdampak positif terhadap capital inflow di Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Kinerja APBN 2019 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Dia menuturkan pelemahan ekonomi global yang dirasakan oleh semua negara berakibat pada terjadinya perubahan kebijakan moneter di berbagai negara, termasuk negara-negara berkembang. Pelemahan tersebut membuat pemerintah melakukan relaksasi kebijakan moneter dan juga mengubah sifat kebijakan menjadi lebih ekspansif.
“Ini bisa dilihat dari sejumlah hal, seperti jumlah uang yang beredar, penurunan suku bunga, reserve requirement, hingga kebijakan makroprudensial,” jelas Sri Mulyani.
Kebijakan tersebut, lanjutnya, berdampak pada meningkatnya aliran modal yang masuk (capital inflow) ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, kenaikannya sudah mulai terlihat sejak September 2019.
“Kita mendapat manfaat kenaikan ini [capital inflow] baik dari sisi equity maupun bond (obligasi) yang ada,” tambah Menkeu.
Baca Juga
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan aliran perolehan capital inflow Indonesia mencapai Rp224,2 triliun pada 2019.
Perinciannya, sebesar Rp168,6 triliun masuk ke Indonesia dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), disusul oleh instrumen saham sebesar Rp50 triliun. Sementara itu, untuk obligasi korporasi dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), nilainya masing-masing mencapai Rp3 triliun dan 2,6 triliun.
Capital inflow yang cukup tinggi ini pun pada akhirnya memperkuat posisi rupiah, ditunjukkan dengan nilai tukar rupiah yang mengalami apresiasi sebesar 2,68 persen ke posisi Rp13.880 per dolar AS, jauh di bawah outlook APBN 2019 yang mematok nilai tukar rupiah di level Rp14.250 per dolar AS.