Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai bisa mengambil opsi pengurangan atau penghilangan jatah pemerintah sebagai langkah cepat untuk menurunkan harga gas demi meningkatkan daya saing industri dalam negeri.
Pemerintah sebenarnya telah memberikan arahan untuk menurunkan harga gas di tujuh sektor industri melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Namun, hingga kini baru tiga sektor yang menikmati harga gas yang kompetitif, yaitu pupuk, petrokimia, dan baja.
Adapun, empat sektor lainnya, yakni kaca lembaran, keramik, sarung tangan karet dan oleokimia masih menunggu realisasi. Untuk merealisasikan ketetapan Perpres tersebut, Presiden Joko Widodo mengungkapkan tiga opsi penurunan harga gas, yaitu pengurangan atau penghilangan jatah pemerintah, pemberlakuan jatah kuota untuk industri domestik (Domestic Market Obligation/DMO), dan kebijakan bebas impor untuk industri. Opsi tersebut disampaikan seusai Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan, Senin (6/1/2020).
Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, mengatakan problematika harga gas yang tinggi bagi industri nasional tidak dapat diatasi dalam waktu singkat lantaran terjadi secara struktural. Kendati begitu, dia menilai bahwa opsi pertama yang ditawarkan pemerintah bisa cepat dilakukan dan berdampak bagi sektor manufaktur.
Apalagi, jelasnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian ingin memacu pertumbuhan manufaktur lebih tinggi pada 2020 dengan mengatasi sejumlah hambatan menahun, termasuk terkait biaya energi.
Dalam konferensi pers awal tahun kemarin, Kemenperin memproyeksikan industri pengolahan mampu bertumbuh hingga 5,30% dengan kontribusi mencapai 17,95% pada produk domestik bruto atau PDB nasional.
"Untuk jangka pendek, memang harus seperti itu. Pengurangan PNBP [penerimaan negara bukan pajak] itu menjadi stimulus fiskal yang bisa cepat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing industri," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/1/2020).
Faisal mengatakan dua opsi lainnya juga bisa direalisasikan dengan relatif cepat. Kendati demikian, dia menilai implementasi opsi ketiga dengan impor gas dikhawatirkan menimbulkan permasalahan lain.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiyono menilai opsi pertama dan ketiga cukup mudah untuk direalisasikan pemerintah.
Pihaknya berharap Perpres 40/2016 bisa segera diimplementasikan sebab harga gas bagi inudstri oleokimia sudah sangat tinggi. "Saat ini harga gas untuk anggota Inapalas sudah di atas US$9 [per per million british thermal unit/MMBtu]," ujarnya.