Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Menteri Edhy untuk Kapal Diatas 150 GT Perlu Kajian Mendalam

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diminta melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan operasional kapal di atas 150 gross ton (GT) khusus di ZEE dan laut lepas.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mengamati suasana Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta, Senin (28/10/2019)./Antara
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo mengamati suasana Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta, Senin (28/10/2019)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diminta melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan operasional kapal di atas 150 gross ton (GT) khusus di ZEE dan laut lepas.

Penasihat Pusat Transformasi Kebijakan Publik Abdul Halim mengatakan bahwa kajian tersebut harus melibatkan para pemangku kepentingan terkait khususnya Ditjen Perikanan Tangkap, akademisi, dan ahli kapal perikanan.

Kajian ini nantinya diharapkan mampu menjelaskan alasan di balik pembatasan kapal ikan untuk tangkap maksimal 150 GT dan kapal angkut 200 GT, sesuai Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) No. D.1234/DJPT/PI.470. D4/31/12/2015.

Kemudian perlu juga dijelaskan dampak pembatasan ini bagi pembangunan perikanan di dalam negeri. Terakhir, penjelasan tantangan yang dihadapi berkenaan dengan pemanfaatan zona ekonomi eksklusif (ZEEI) dan laut lepas.

Halim menuturkan apabila persoalannya adalah berkenaan dengan kepemilikan kapal, maka yang harus dipastikan adalah kelengkapan administrasi perikanannya. “Lebih dari itu adalah apakah ada keterkaitan kepemilikan kapal lebih dari 150 GT tersebut dengan mafia di sektor perikanan global?” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (1/1/2020).

Halim menilai apabila nanti dioperasikan, kapal 150 GT itu diprioritaskan modal dalam negeri. Penyertaan modal asing (PMA) menurutnya hanya boleh di sektor pengolahan ikan.

Lebih lanjut, dia meminta agar KKP membenahi zonasi tangkapan dan mengeluarkan izin kapal yang sudah habis masa waktunya guna mendukung kinerja di sektor perikanan ini.

Berkaca pada pengelolaan perikanan di WPP-NRI 715, kata Halim kapal yang mendapatkan izin operasi berukuran kurang dari 100 GT. WPP 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau. Kawasan ini tersebar di enam provinsi masing-masing Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat.

Ironisnya, Center of Maritime Studies for Humanity menemui fakta bahwa sebanyak 762 kapal ikan berukuran kurang sari 10-30 GT diperkirakan beroperasi di perairan kurang dari 12 mil. Menariknya, 100% Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) untuk kapal berukuran lebih dari 10-30 GT justru berstatus non-aktif antara 2015 - Agustus 2019.

“Sedikitnya 40% SIPI dari 193 kapal berukuran lebih dari 30 GT yang beroperasi di WPP-NRI 715 akan habis masa berlakunya antara Oktober-Desember 2019," tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper