Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan soal janji kredit murah sebesar Rp 1,5 triliun yang ditagih oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj.
Menkeu mengatakan duit itu sudah dialokasikan di Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Tahun 2017 untuk mendukung perkuatan pengusaha di level ultramikro, yaitu yang di bawah level kredit usaha rakyat dan tidak memiliki akses ke pembiayaan.
"Oleh DPR disetujui Rp 1,5 triliun, termasuk pada level grassroot adalah yang ada di dalam afiliasi dengan organisasi kemasyarakatan, karena NU sebagai salah satu ormas yang besar, memang memiliki banyak unit usaha yang kebutuhan kreditnya antara 5-10 juta pengusaha," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 26 Desember 2019.
Dalam desainnya, Sri Mulyani mengatakan Kemenkeu dan NU, serta organisasi masyarakat lainnya di dalam APBN 2017 membuat nota kesepahaman atau MoU. Operasionalisasinya adalah dengan menyalurkan kredit ultramikro melalui beberapa lembaga.
Dia menyebut Kemenkeu tidak mungkin memberikan langsung dana tersebut kepada individual. "Makanya dilakukan melalui beberapa channeling agency, yaitu seperti PT BAV atau Bahana Arta Ventura, juga PNM atau Permodalan Nasional Madani yang termasuk di dalamnya program Mekaar, dan juga PT Pegadaian," katanya.
Kemenkeu juga menggandeng institusi yang membimbing dan memberikan dukungan kepada masyarakat peminjam ultramikro.
Dalam perjalanannya, ada lima koperasi di bawah PBNU, salah satunya Koperasi Sidogiri, yang menerima duit total Rp 211 miliar.
Sri Mulyani memastikan lembaganya terus memantau perkembangan program tersebut, meski ada beberapa perubahan cara di keberjalanannya.
Dia menyebut PBNU sempat meminta agar tidak hanya Koperasi Sidogiri, yang sudah cukup stabil, yang menerima bantuan itu.
Koperasi tersebut memang dinilai memiliki unit usaha yang bagis, ditambah lagi masyarakat yang masuk telah memiliki sistem pembukuan ekonomi yang sangat baik.
"Namun tidak semua koperasi yang kualitasnya sebagus itu, sehingga waktu itu juga diminta kepada kami untuk memberikan langsung kepada masyarakat melalui pondok pesantren," ujar Sri Mulyani.
Namun, karena pondok pesantren bukanlah unit ekonomi, menurut Sri Mulyani, maka waktu itu Kementerian Keuangan melakukan penyaluran kepada beberapa individu.
"Ternyata tidak bisa pick up, artinya kreditnya itu kemudian tidak bisa membantu, karena level ultramikro itu pendampingan penting sekali."
Ke depannya, Sri Mulyani berjanji akan mengakomodasi permintaan perubahan skema yang dilontarkan PBNU. Namun, perubahan tersebut tetap harus sesuai dengan rambu-rambu dan tata kelola.
"Karena kalau anggaran di dalam APBN itu namanya investasi, harus roll-over, bukan hibah, kalau hibah itu kan diberikan seperti PKH yang kita berikan ke keluarga yang tidak mampu," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menagih janji Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan kredit murah sebesar Rp 1,5 triliun.
Janji ini, kata Said, tertuang dalam nota kesepahaman antara PBNU dan Kementerian Keuangan.
"Pernah kami MoU dengan Menteri Sri Mulyani katanya akan menggelontorkan kredit murah Rp 1,5 triliun. Ila hadza yaum, sampai hari ini, satu peser pun belum terlaksana. Ini biar tahu Anda semua seperti apa pemerintah ini," ucap Said dalam sebuah transkrip pidato yang beredar, Kamis, 26 Desember 2019.