Bisnis.com, DENPASAR - Persoalan pemasaran dan promosi merek masih menjadi salah satu kendala terbesar bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam meningkatkan skala bisnisnya di Indonesia.
Direktur Utama PT Bahana Artha Ventura (BAV) M. Sidik Heruwibowo mengatakan selain konsistensi dalam menjaga kualitas produknya, para pelaku UMKM acap kali mengalami kendala dalam menjual produknya. Hal itu tak lepas dari kecenderungan para pelaku usaha tersebut yang lebih memfokuskan diri dalam proses produksi tanpa diimbangi oleh pemasaran dan promosi.
“Kalau kami lihat di beberapa pelaku UMKM, ketika barangnya sudah tersedia, mereka bingung mau diapakan untuk menjualnya dengan cepat. Akibatnya langkah pemasaran dan promosi yang ditempuh cenderung konvensional, yakni dari mulut ke mulut atau sekadar memajang produknya di toko-toko,” katanya, ketika ditemui di sela-sela Seminar UMKM Naik Kelas, di Denpasar, Kamis (12/12/2019).
Hal itu juga tak lepas dari sikap sejumlah lembaga pembiayaan yang hanya sekadar menyalurkan pembiayaan kepada UMKM, tanpa melakukan pendampingan secara kontinu. Alhasil, para pelaku UMKM sering gagal memanfaatkan pembiayaan yang diberikan secara maksimal atau efektif untuk mengembangkan bisnisnya.
Untuk itu dia menilai pendampingan serta pelatihan pemasaran dan promosi menjadi bagian yang tak boleh dilepaskan dalam membangun ekosistem UMKM di Indonesia. Dia mengatakan langkah terse but harus dilakukan agar UMKM dapat benar-benar naik kelas dan mampu menjalankan industrinya secara jangka panjang.
Sidik mengatakan beberapa langkah yang diajarkan kepada pelaku UMKM dalam menjalankan promosi dan pemasaran a.l. memanfatkan platform dagang elektronik (dagang-el), media sosial dan menggandeng perusahaan penasihat pemasaran seperti Kaya.id. Adapun, menurutnya, korporasinya juga bakal menjembatani upaya tersebut dengan membentuk BAV Mal, yang akan mempermudah pelaku UMKM menjual dan menawarkan produknya di platform digital.
“Harapan kami, UMKM ini pada akhirnya dapat go public. Sebab Indonesia ini memiliki banyak sekali pelaku UMKM, namun belum ada satupun yang mampu melakukan penawaran umum perdana di bursa saham. Padahal salah satu indikator terbaik dari UMKM naik kelas adalah ketika mereka bisa go public,” katanya.
Adapun BAV adalah anak perusahaan pelat merah PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). Perusahaan ini telah menjalin kerjasama dengan 16 BUMN untuk menyalurkan program kemitraan guna menopang permodalan UMKM yang menjadi mitra binaannya.
Pinjaman disalurkan ke berbagai sektor mulai dari pertanian, industri, peternakan, perdagangan hingga jasa. BAV menyalurkan pinjaman kemitraan melalui 17 perusahaan modal ventura daerah (PMVD), dengan total outstanding mencapai Rp507 miliar yang disalurkan ke 5.000 UMKM.
Sementara itu, Direktur Utama Kaya.id Juanita Kartikasari mengatakan para pelaku UMKM banyak yang belum memahami bahwa anggaran promosi dan pemasaran harus dimasukkan dalam biaya operasional bisnisnya. Menurutnya, para pelaku UMKM hanya menghitung biaya operasionalnya dari ongkos produksi semata.
“Seharusnya, tiap pelaku usaha minimal menyediakan 20%-25% dari biaya operasionalnya untuk promosi dan pemasaran. Namun mayoritas dari mereka tidak memasukkan hitungan tersebut. Maka tidak heran jika penjualan pelaku UMKM sering tidak maksimal,” katanya.
Adapun, Kaya.id sendiri merupakan sebuah startup yang memiliki fokus bisnis menyediakan jasa penasihat promosi dan pemasaran bagi UMKM.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengakui aspek promosi dan pemasaran belum banyak dijadikan fokus bisnis oleh para pelaku UMKM. Hal itu menjadi salah satu penyebab keberlangsungan bisnis UMKM cenderung berjangka menengah atau pendek.
“Pemasaran dan promosi memang salah satu isu yang harus diperkuat dalam pendampingan UMKM. Sebab banyak pelaku sektor tersebut yang memiliki produk berkualitas, namun bisnisnya tidak bertahan lama,” katanya.
Untuk itu dia mengharapkan pihak-pihak yang melakukan pendampingan usaha, terutama perusahaan besar, turut mengajarkan aspek promosi dan pemasaran secara mendalam kepada pelaku UMKM.
Dia menilai, selain mengembangkan program inkubasi di sisi produksi dan pemasaran, para pendamping juga diharapkan mengajarkan proses pencatatan laporan keuangan. Pasalnya, menurutnya banyak pelaku usaha UMKM yang masih belum menguasai kemampuan pencatatan laporan keuanga. Alhasil, bisnisnya menjadi tidak sehat.