Bisnis.com, JAKARTA – Perum Bulog menargetkan dapat menambah kapasitas pencampuran beras berfortifikasi (campuran beras dengan kernel fortifikan) pada 2020 mendatang. Saat ini, perusahaan telah mengoperasikan tiga mesin pencampuran (mixer) dengan rata-rata operasional sebanyak 12–18 ton per hari.
"Jadi, tiga unit ini sudah kami siapkan dan sudah mulai pengadaan lagi sehingga menjadi 20. Nantinya akan disebar. Sejauh ini unit mixer berada di Karawang, Cilacap, dan di Nusa Tenggara Barat," kata Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog Imam Subowo di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Imam tak memerinci berapa jumlah investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk pengadaan mesin-mesin baru ini. Kendati demikian, dia menyebutkan bahwa harga setiap unit mesin pencampur beras berfortifikasi berkisar di harga Rp100 juta.
Dia pun mengemukakan penjualan beras berfortifikasi sejauh ini belum dilakukan perusahaan secara komersial. Produksi dilakukan sesuai permintaan dengan harapan pada 2020 nanti penjualan dapat diperluas, khususnya pada daerah di Indonesia dengan tingkat stunting yang cukup tinggi.
"Tentu keinginan kami di seluruh Indonesia ada karena kebutuhan pun banyak. Artinya, dari sisi penjualan kami belum kalkulasi berapa, namun lebih banyak ke sosialisasi karena kami ingin masyarakat tahu terlebih dahulu mengenai beras berfortifikasi," katanya.
Adapun total pengadaan kernel fortifikan yang dilakukan perusahaan sampai saat ini berjumlah 5 ton. Dengan perbandingan campuran fortifikan dan beras sebesar 1% dan 99%, maka potensi kebutuhan beras mencapai 495 ton.
"Sebelumnya, kami hitung perbandingannya 99% untuk riill beras dan 1% itu foritifkannya. Kami kemarin ambil 5 ton fortifikan, nah bisa dikalkulasi berapa jumlah berasnya," tutur Imam.
Penyaluran beras berfortifikasi ini pun diharapkan dapat direalisasikan melalui Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Imam mengatakan komposisi beras berfortifikasi setidaknya bisa mencapai 10%–20% dari alokasi BPNT dengan fokus distribusi di daerah-daerah yang rawan stunting jika disepakati oleh kementerian dan lembaga terkait.
"Misal 300.000 ton dari total alokasi BPNT, artinya tiap bulan sekitar 25.000 ton. Namun kembali lagi, yang kami pikirkan adalah daerah dengan potensi stunting yg tinggi. Kan ada 50 kabupaten yang masih rawan stunting. Sekarang beberapa daerah, sekitar 15 kabupaten, sudah mulai minat ke beras fortifikasi. Contohnya Dompu dan Kulonprogo, ini sudah menyatakan minat," kata Imam.