Bisnis.com, JAKARTA — L’Agence De Gestion Du Patrimoine Bati De L’Etat dan PT Wijaya Karya Tbk. penandatanganan kontrak Tahap 1 Goree Tower Project, di Senegal.
Penandatanganan kontrak berlangsung di Centre Internationale Conference Abdou Diouf, Senin (2/12/2019).
Pada kesempatan itu, L’Agence De Gestion Du Patrimoine Bati De L’Etat (AGPBE) diwakili oleh Direktur Operasi Yaya Abdoul Kane dan PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) diwakili oleh Direktur Operasi III yang membawahi Divisi Luar Negeri Destiawan Soewardjono. Turut hadir menyaksikan acara penandatanganan kontrak tersebut antara lain Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Bappenas Senegal Cheikh Kante.
Prosesi tersebut menjadi bagian dari kerja sama atas kontrak keseluruhan senilai 250 juta euro untuk pelaksanaan pekerjaan tahap 1 Proyek Goree Tower di Senegal.
Proyek ini merupakan tindak lanjut konkret kesepakatan bisnis antara Pemerintah Senegal dan WIKA, serta Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank pada acara Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) pada Agustus 2019.
Proyek prestisius kawasan mixed-use building dengan tipe proyek full design dan build dikerjakan oleh WIKA selaku kontraktor utama dengan masa pelaksanaan 24 bulan dengan cakupan pekerjaan perseroan meliputi pembangunan hotel bintang 5 dengan 33 lantai, sky dining, gedung perkantoran, ruang konvensi, dan apartemen residensial.
Baca Juga
Menurut Destiawan, kerja sama yang akan direalisasikan ini merupakan salah satu tonggak sejarah kiprah BUMN karya Indonesia di Afrika Barat sebab WIKA tidak hanya mampu bekerja dalam proyek social housing di Afrika, tetapi juga di proyek besar dan prestisius seperti ini.
“Bagi kami pasar luar negeri adalah potensi yang harus diimplementasi. Masuknya WIKA di pasar infrastruktur dan gedung Afrika sesuai dengan strategi bisnis WIKA yang menyasar negara-negara berkembang dengan kebutuhan infrastruktur yang tinggi,” katanya.
Untuk pelaksanaan proyek, WIKA mendapat fasilitas pembiayaan national interest account dengan skema buyer’s credit melalui LPEI.
Peyaluran fasilitas ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk memperluas ekspor Indonesia ke negara nontradisional termasuk Afrika. Buyer’s credit merupakan fasilitas yang hanya dapat disediakan oleh LPEI dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor Indonesia dari sisi pembeli atau permintaan. Skema ini merupakan bentuk nyata dari peran LPEI sebagai fill the market gap.
Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly mengatakan bahwa proyek Goree Tower Senegal menambah keyakinan internasional bahwa perusahaan Indonesia memiliki kemampuan untuk bersaing di pasar global.
Sinthya menambahkan bahwa kinerja ekspor perusahaan nasional sangat penting bagi peningkatan nilai neraca perdagangan. Untuk itu, diperlukan upaya dalam meningkatkan nilai ekspor baik dari sisi volume maupun pasar tujuan ekspor.
Peran pemerintah melalui LPEI untuk menyediakan pembiayaan khusus dapat menstimulus perusahaan Indonesia melakukan perdagangan (ekspor) ke negara-negara nontradisional.
Sebagai salah satu alat fiskal pemerintah, LPEI sesuai dengan mandatnya akan terus melakukan unlocking potential market agar pelaku ekspor Indonesia dapat melakukan penetrasi pasar ke negara-negara nontradisional dan meningkatkan kapabilitas eksportir untuk berkompetisi di pasar global.
Lebih lanjut, Destiawan menambahkan bahwa tantangan ke depan adalah bagaimana sinergi yang telah terjalin baik dengan LPEI ke depannya dapat memfasilitasi WIKA dan perusahaan Indonesia lainnya untuk dapat memenuhi kapasitas pembiayaan infrastruktur negara-negara Afrika.
Pasalnya, trennya dari tahun ke tahun terus meningkat, terutama dengan adanya kepercayaan dari beberapa negara di Afrika untuk menjadikan BUMN Indonesia sebagai mitra strategis mereka.
“Apabila itu dapat terealisasi, maka akan meningkatkan peluang untuk membuka pasar lebih luas lagi bagi WIKA dan perusahaan Indonesia lainnya dalam melakukan ekspansi ke sejumlah negara, khususnya di Wilayah Afrika,” kata Destiawan.