Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan bahwa kualitas cangkul buatan lokal masih lebih baik ketimbang cangkul impor dari China. Sayangnya produk UMKM tersebut belum terhubung secara optimal dengan pasar.
“Tadi saya lihat langsung dan bandingkan langsung antara produk cangkul lokal dengan buatan China. Ternyata, produk kita secara kualitas masih lebih baik,” kata Teten, usai berdialog dengan para perajin pandai besi alat-alat pertanian di Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Sabtu (23/11/2019) seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Dalam acara yang dihadiri Bupati Sukabumi Marwan Hamami itu, Teten menuturkan para perajin di Cibatu tidak terhubung dengan pasar, di antaranya pasar belanja pemerintah dan pasar lainnya.
“Ini tidak boleh terjadi lagi. Masak cangkul saja impor. Saya sebagai Menkop dan UKM harus melindungi produk UMKM. Saya akan melindungi produk UMKM jangan kalah bersaing di negeri sendiri. Bukan hanya cangkul, melainkan produk alat pertanian lainnya,” ujarnya.
Dalam dialog tersebut, Teten mendengar ada beberapa masalah. Di antaranya, masalah bahan baku yang tidak stabil, persoalan terkait standar produk serta persoalan dalam pengembangan usaha dalam skala besar, dan sebagainya.
“Sisi pembiayaan saya pikir tidak ada masalah. Kita ada KUR [Kredit Usaha Rakyat] dengan plafon sebesar Rp190 triliun dan bunga murah enam persen,” tuturnya.
Teten berjanji akan bicara dengan Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, dan kementerian lain, bila membutuhkan cangkul.
“Selain pasar pemerintah, produk UMKM harus juga masuk ke pasar online, harus sudah digitalisasi. Kami akan beri pelatihan agar produk UMKM di Cibatu ini bisa go online, supaya marketplace-nya lebih luas lagi,” katanya.
Di samping itu, lanjut Teten, pihaknya juga akan bersinergi dengan Kementerian Perindustrian untuk menjadikan kawasan Cibatu sebagai Pilot Project pengembangan produk UMKM, khususnya produk alat-alat pertanian. Dengan begitu skala usahanya dapat meningkat dari kecil menjadi menengah.
Dia juga berharap agar para perajin pandai besi di Cibatu bisa bergabung atau membentuk sebuah wadah bernama koperasi. Hal ini agar pembiayaannya dapat dipermudah melalui koperasi.
Teten pun menegaskan bahwa pihaknya kini melakukan pendekatan secara kolektif, kluster, kelompok, berdasarkan jenis produk, wilayah, dan sentra-sentra produksi. Lewat strategi tersebut diharapkan ada percepatan pertumbuhan UMKM di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Pemantauan Evaluasi dan Diseminasi Kebijakan Pengadaan Umum LKPP Hardy menjelaskan, sejak 2013 pihaknya sudah membangun pasar elektronik atau e-Katalog untuk pembelian barang/jasa di seluruh instansi pemerintah.
“Terkait alat-alat pertanian, kita sudah berkoordinasi baik dengan Kementan untuk memasukkan alat atau mesin yang dibutuhkan pemerintah. Namun, khusus cangkul, belum masuk ke dalam e-Katalog,” katanya.
Sementara itu, pemilik CV Rhodas (IKM produk alat pertanian asal Cibatu) Muhammad Suhendar berharap pemerintah tidak lagi melakukan impor cangkul dari luar negeri.
“Produk kita lebih berkualitas dan bisa bersaing, asalkan tidak ada yang namanya broker-broker material yang memainkan harga material,” ungkap Suhendar.
Suhendar mengakui bahwa ketersediaan material sebagai bahan baku merupakan kendala besar yang kerap dihadapi para perajin di Cibatu. Saat ini pihaknya mendapat bahan baku dari Cikarang dan Bekasi.
“Kami dapat harga material itu sudah tinggi. Jadi, agak sulit bersaing secara harga dengan produk luar. Barang impor itu sudah jadi dengan harga murah,” tuturnya.
Dalam sehari, aku Suhendar, CV Rhodas mampu memproduksi cangkul antara 500 hingga 1.000 unit dalam satu line produksi. “Kalau jumlah produksi ingin lebih lagi, maka harus memakai 2-3 line. Saat ini, kita baru memakai satu line saja.”