Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Seberapa Siap Angkut Kargo Pakai Drone? Ini Pandangan Konsultan Logistik

Konsultan senior Supply Chain Indonesia (SCI) Widia Erlangga menuturkan pesawat nirawak atau drone masih belum siap diterapkan di Tanah Air.
Pesawat UAV (unnamed aerial vehicle) berjenis BZK-00 yang dibeli oleh Garuda./Bisnis-Istimewa
Pesawat UAV (unnamed aerial vehicle) berjenis BZK-00 yang dibeli oleh Garuda./Bisnis-Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan pesawat nirawak untuk angkutan kargo masih menghadapi tantangan dari sisi regulasi dan infrastruktur pendukung di Indonesia.

Konsultan senior Supply Chain Indonesia (SCI) Widia Erlangga menuturkan pesawat nirawak atau drone masih belum siap diterapkan di Tanah Air.

"Ini masih belum bisa digunakan dalam waktu dekat. Karena infrastruktur dan regulasinya belum disiapkan dengan baik," paparnya kepada Bisnis.com, Senin (11/11/2019).

Dia menjelaskan penggunaan drone atau pesawat nirawak belum tentu dapat dilakukan pada bisnis kargo udara. Alasannya, regulasi penunjang serta pengoperasian lainnya belum siap.

Selain regulasi dan infrastruktur, dia menilai drone Garuda Indonesia hanya mampu mengangkut maksimal 1,2 ton saja.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan sedang memproses sertifikasi pesawat tanpa awak (unmanned aircraft vehicle/UAV) yang akan digunakan Garuda Indonesia untuk mengembangkan bisnis kargo udara.

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana B. Pramesti mengatakan sertifikasi tersebut dilakukan guna menunjang rencana uji coba yang akan dilakukan oleh emiten berkode GIAA tersebut. Namun, jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut. "Masih proses sertifikasi pesawatnya," kata Polana kepada Bisnis.

Dia menambahkan proses sertifikasi diharapkan bisa rampung cepat bergantung pada sikap kooperatif dari pihak pabrikan, yakni Beihang UAS Technology Co. Ltd.

Kemenhub sedang dalam merumuskan regulasi mengenai operasional pesawat nirawak di Indonesia. Pihak regulator mengusulkan adanya kategorisasi dalam rumusan beleid tersebut.

Kategorisasi dibutuhkan karena saat ini terdapat banyak jenis UAV. Pertimbangan kategori yang bisa dimasukkan dalam regulasi mencakup klasifikasi pilot atau operator, spesifikasi dan registrasi UAS, hingga daerah operasi.

Nantinya, lingkup pengaturan regulasi yang diinisiasi Kemenhub akan mengacu pada standar International Civil Aviation Organization (ICAO) dan hanya sebatas untuk kepentingan sipil, bukan termasuk militer.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper