Bisnis.com, JAKARTA - Perjanjian kerja sama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)berhasil mencapai tahap konklusi dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT ) Asean di Bangkok, Thailand, Senin (4/11). Hal tersebut diharapkan dapat menjadi sentimen positif bagi perdagangan RI.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan teks perjanjian kerja sama RCEP telah selesai dibahas. Hal itu membuat target penyelesaian seluruh perundingan RCEP pada 2020 berpeluang besar terwujud.
“Teksnya sudah tahap konklusi. Perundingan akses pasar masih tinggal sedikit lagi dan akan dituntaskan secepatnya pada tahun depan,”ujarnya ketika dihubungi Bisnis.com, Senin (11/4/2019).
Dia mengatakan, konklusi tersebut akan diumumkan pada pertemuan puncak KTT Asean pada Senin (4/11) oleh kepala negara anggota RCEP. Dia meyakini, hal tersebut akan memberikan sentimen positif bagi perdagangan di kawasan negara anggota RCEP.
Iman yang juga merupakan Ketua Komite Perundingan RCEP menyebutkan, India telah menyatakan untuk ikut serta melanjutkan proses negosiasi perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif tersebut. Alhasil, wacana yang sempat berhembus bahwa negara anggota RCEP akan meninggalkan India dalam perundingan tersebut tidak akan terjadi.
“India akan ikut serta dalam perundingan selanjutnya pada tahun depan,” ujarnya.
Adapun seperti dikutip dari laman Economic Times, alotnya penyelesaian teks RCEP pada pertemuan tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya tuntutan baru dari India dalam perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif tersebut. Dalam di KTT Asean, Perdana Menteri Narendra Modi pun tidak menyebutkan RCEP dalam pidato sambutannya.
Hal itu membuat sejumlah negara anggota RCEP memunculkan wacana untuk melanjutkan RCEP tanpa melibatkan India. Selama ini, salah satu kekhawatiran India dalam mengikuti RCEP adalah membanjirnya produk impor dari China.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Benny Soetrisno mengatakan tercapainya tahap konklusi dalam perundingan RCEP memberikan angin segar bagi perdagangan Indonesia. Pasalnya, kerja sama ekonomi komprehensif tersebut memiliki skala yang besar.
“Konklusi ini adalah kemajuan yang sangat baik bagi RCEP. Indonesia dalam hal ini bisa memanfaatkan akses pasar yang terbuka lebar secara sekaligus, ke banyak negara yang selama ini menjadi mitra dagang utama,” katanya.
Dia mengharapkan RCEP dapat diselesaikan seluruhnya dalam waktu dekat. Pasalnya, RCEP diproyeksikannya dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk melawan tekanan akibat pelambatan pertumbuhan perdagangan global dan perang dagang Amerika Serikat—C hina.
Di sisi lain, dia juga mengharapkan India tetap dapat ikut serta dalam RCEP. Posisi India menurutnya penting bagi rantai pasok global yang melibatkan Indonesia.
“India kami harapkan tetap ikut dalam kerja sama ekonomi komprehensif ini. Sebab, melalui RCEP ini akses pasar produk-produk kita, seperti minyak kelapa sawit mentah dan turunannya dapat terjamin,” jelasnya.
Sementara itu, ekonom senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Mari Elka Pangestu menilai tercapainya tahap konklusi dalam perundingan RCEP akan menjadi tonggak sejarah baru bagi perdagangan dunia. Di sisi lain, Indonesia juga diprediksinya akan mendapatkan manfaat yang besar dari selesainya RCEP.
Di sisi lain, menurutnya terkait dengan berlanjutnya keikutsertaan India dalam RCEP akan memberikan insentif yang besar bagi negar anggota RCEP. Pasalnya, India memiliki pasar yang besar dan sangat berpengaruh dalam rantai pasok global.
“Sembari menunggu penyelesaian RCEP. Kita juga harus segera berbenah di dalam negeri. Supaya kita bisa memaksimalkan keikutsertaan kita dalam rantai pasok global negara-negara anggota RCEP,” katanya.
Adapun RCEP memiliki anggota yang terdiri dari 10 negara anggota Asean ditambah dengan enam negara lain yakni Jepang, India, Selandia Baru, Australia, Korea Selatan dan China. Gabungan negara-negara itu memiliki nilai produk domestik bruto (PDB) gabungan mencapai US$2,6 triliun dan mencakup 45% populasi dunia serta 30% perdagangan dunia.