Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kerangka Sampel Area Bisa Jadi Solusi Karut Marut Data Pangan

Penggunaan Kerangka Sampel Area (KSA) bisa menjadi solusi untuk mengatasi perbedaan data pangan antarinstansi di Indonesia.
Petani menyiapkan bibit padi di persawahan Desa Tanjung, Pademawu, Pamekasan, Madura, Kamis (27/4)./Antara-Saiful Bahri
Petani menyiapkan bibit padi di persawahan Desa Tanjung, Pademawu, Pamekasan, Madura, Kamis (27/4)./Antara-Saiful Bahri

Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan Kerangka Sampel Area (KSA) bisa menjadi solusi untuk mengatasi perbedaan data pangan antarinstansi di Indonesia.

Perbedaan tersebut sudah sering terjadi dan berdampak pada kebijakan pangan yang diambil pemerintah, khususnya pengambilan keputusan untuk impor dilakukan berdasarkan data pangan yang tidak akurat.

Peneliti sektor pertanian Kadir Ruslan mengatakan, data produksi tanaman pangan yang ada diyakini oleh banyak pihak menderita overestimasi. Selama ini, kajian pada data pangan sering difokuskan pada padi/beras, padahal isu overestimasi juga terjadi pada komoditas lain seperti jagung dan kedelai karena pengumpulan datanya menggunakan metode yang sama.

“Indonesia menghadapi beberapa masalah dalam perhitungan produksi pangan, seperti data luas panen yang tidak akurat karena pengumpulan datanya dilakukan dengan pengukuran yan g tidak objektif,” katanya dalam siaran pers, Kamis (31/10/2019).

Pria yang juga bekerja untuk Badan Pusat Statistik (BPS) itu menjelaskan kegiatan pengumpulan data dilakukan oleh BPS yang bekerja sama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) usai kemerdekaan.

Kemudian untuk mengatasi perbedaan, Kementan dan BPS menyepakati kegiatan pengumpulan data bersama sejak 1973. Secara garis besar, dilakukan penyeragaman dalam dalam perhitungan produksi padi dan palawija nasional dan menugaskan BPS sebagai koordinator.

Sistem perhitungan sebelumnya mengintegrasikan dua sistem pengumpulan data yang berbeda, yaitu laporan administrasi untuk pengumpulan informasi luas tanaman (termasuk luas panen) dan metode statistic (survey sampling) untuk estimasi produktivitas. Selanjutnya angka produksi yang didapat merupakan hasil perkalian antara luas panen dan produktivitas.

"Pengumpulan informasi luas tanaman menjadi tanggung jawab Kementan. Sementara itu BPS bertanggung jawab atas data produktivitas yang didapat melalui Survei Ubinan (crop cutting survey)," ungkapnya.

Lebih lanjut, Kadir menyebut KSA dapat didefinisikan sebagai daftar bidang lahan atau segmen yang memiliki batas yang jelas dan dapat diidentifikasi. Dalam sensus atau survei, segmen-segmen tersebut diperlakukan sebaga unit statistik untuk diamati.

"Untuk memperkirakan luas panen padi, KSA di Indonesia diimplementasikan dengan menggabungkan peta luas baku lahan sawah yang didapat dari teknologi penginderaan jauh (citra satelit) sebagai kerangka pengambilan sampel dan memanfaatkan perangkat Android untuk observasi lapangan," paparnya.

Penggunaan KSA dinilai jauh lebih efektif daripada metode pengumpulan data konvensional yang salah satu di antaranya menggunakan eye estimate. Bekerja sama dengan Badan Informasi Geaospasial (BIG) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), BPS mengoperasikan metode KSA dengan menggunakan data dari citra satelit yang akurat karena pengambilan data disesuaikan dengan titik koodinat langsung.

“Data-data yang digunakan dalam KSA diperoleh dari citra satelit dan pemetaan radar. Setelah itu akan ada pemeriksaan langsung ke lapangan untuk memastikan data koordinat yang ada di lokasi tersebut. Data kemudian difoto dan dimasukkan ke dalam sistem Android yang mengunci koordinat lahan sawah,” terang Kadir.

Metode ini mulai digunakan sejak Januari 2018 untuk memperbaiki data produksi padi. BPS akhirnya mengeluarkan data pangan yang terkoreksi, yaitu data luas baku sawah yang berkurang dari 7,75 juta hektare tahun 2013 menjadi 7,1 juta hektare tahun 2018.

Sebelumnya,Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan ingin merealisasikan program 100 hari kerjanya dengan melakukan pencocokan data pangan Kementan dan BPS. Dia mengatakan data pertanian sepenuhnya akan mengikuti data BPS ke depannya atau tak ada lagi data dari Kementan seperti pada era Mentan sebelumnya, Andi Amran Sulaiman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rezha Hadyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper