Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia masih harus memperbaiki banyak hal untuk meningkatkan kemudahan berbisnis, seperti penyederhanaan prosedur dan pembayaran pajak.
Baca Juga
Hal tersebut dikatakan oleh Ekonom Senior Bank Dunia Arvind Jain dalam pemaparan laporan Ease of Doing Business (EoDB) 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia, seperti dikutip Bisnis pada Minggu (27/10/2019).
Dalam laporan EoDB, Indonesia memperoleh nilai 69,6 dari 100 dan menempati peringkat ke-73 dari 190 negara. Peringkat tersebut tidak berubah jika dibandingkan dengan perolehan pada tahun sebelumnya, meski dari perolehan nilai mengalami peningkatan 1,64 poin.
Salah satu poin evaluasi untuk Indonesia berasal dari indikator memulai usaha (starting a business). Saat ini, proses memulai usaha di Indonesia masih harus melewati 11 prosedur, jauh di atas rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik dan Asia Timur yang sebanyak 6,5 prosedur.
Selain itu, di sektor membayar pajak (paying taxes), jumlah pembayaran pajak di Indonesia mencapai 26 jenis per tahun. Sementara itu, rata-rata negara kawasan ada 20,6 jenis pajak.
Penegakan hukum terhadap kontrak (enforcing contracts) merupakan aspek lain yang masih memerlukan banyak perbaikan. Biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk hal ini mencapai 74 persen dari nilai klaim, lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kawasan yaitu 47,2 persen dari nilai klaim.
"Pemerintah Indonesia masih perlu melakukan banyak reformasi pada sektor-sektor ini," tutur Jain.
Dalam laporannya, Bank Dunia juga menyatakan Indonesia telah melakukan perbaikan pada 5 dari 10 sektor yang menjadi indikator penilaian. Jumlah ini merupakan yang terbanyak kedua secara global, setara dengan Myanmar, dan berada di belakang China yang melakukan perbaikan pada delapan sektor.
Sektor yang dinilai menunjukkan perbaikan pada indeks tahun ini adalah memulai usaha, elektrifikasi (getting electricity), membayar pajak, perdagangan lintas batas (trading across borders), dan penegakan hukum terhadap kontrak.