Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan menargetkan kenaikan tarif penyeberangan paling lambat pada akhir Oktober 2019.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menjelaskan bahwa saat ini regulasi pengganti tarif dan formulasi tarif penyeberangan sudah berada di tangan Menteri Perhubungan.
Dari sisi waktu, paling lambat penyesuaian tarif tersebut akan dilakukan pada akhir Oktober ini.
“Kami naikkan dari sisi angkanya 2,5 tahun tidak naik, dari sisi operasional yang lain kita lihat, yang Ketapang—Gilimanuk itu Rp6.500 terlalu murah. Sekarang dipotong kepelabuhan, paling sampai operator Rp2.800, itu murah sekali,” katanya, Jumat (18/10).
Padahal, terangnya, aspek keselamatan harus diutamakan dan kelangsungannya sangat bergantung pada tarif yang berpengaruh terhadap performa penyeberangan.
Dia menuturkan bahwa kenaikan tarif berkisar 28 persen tersebut sudah cukup memberatkan sehingga pemerintah tidak mengikuti permintaan Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) yang menginginkan kenaikan hingga 38 persen.
Baca Juga
“Memang ada perbedaan dengan permintaan Gapasdap yang mintanya 38 persen, saya ada pertimbangan lain,” jelasnya.
Budi akan menyampaikan pada pimpinannya dua versi kenaikan tarif tersebut. Adapun kenaikannya dilakukan bertahap, selama 3 tahun.
Gapasdap mengaku berdarah-darah jika tarif penyeberangan tidak dinaikan. Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo menuturkan bahwa saat ini kondisi kapal-kapal penyeberangan sangat parah karena penghasilannya tidak sesuai dengan pengeluarannya.
“PM kenaikan tarifnya yang menggantikan PM 30 Mei 2017 masih tertahan di meja Menhub. Padahal sudah 2,5 tahun anggota kami menunggu sudah mulai bergelimpangan,” terangnya kepada Bisnis, (18/10).
Dia mengaku sangat khawatir kalau ini ditunda terus kondisi sangat mengkhawatirkan dan mengancam keselamatan pelayaran.
Menurutnya, sudah ada empat operator yang melego perusahaannya karena kondisi tarif yang mencekik para operator tersebut.
Dari sisi usaha, terangnya, kondisi layanan penyeberangan laut juga tidak kondusif karena jumlah dermaga dan jumlah kapal tidak seimbang. Jumlah kapal terus bertambah sehingga setiap kapal hanya bisa beroperasi beberapa hari dalam setiap bulan.
“Kapal kami sebulan hanya 11—12 hari per bulan beroperasinya menuju ke 8 hari, meski moratorium perizinan, makin banyak kapal tidak karuan,” jelasnya.