Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramuan Solusi Pemerintah Melawan Pelanggaran Impor TPT

Pemerintah akhirnya mengakui terjadinya pelanggaran impor tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui pusat logistik berikat (PLB) serta berjanji segera menindak dan menertibkan mekanisme impor komoditas tersebut melalui revisi sejumlah regulasi.
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akhirnya mengakui terjadinya pelanggaran impor tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui pusat logistik berikat (PLB) serta berjanji segera menindak dan menertibkan mekanisme impor komoditas tersebut melalui revisi sejumlah regulasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan jajarannya telah melakukan penindakan terhadap sejumlah importir pengguna angka pengenal importir umum (API-U) dan angka pengenal importir produsen (API-P) yang terbukti melanggar aturan kepabeanan, perpajakan dan perdagangan.  

“Penindakan yang kami lakukan salah satunya berupa pemblokiran impor. Kami sudah menyerahkan satu importir API-P yang melakukan pelanggaran impor melalui PLB di Bandung kepada Kementerian Perdagangan untuk dicabut  izin impornya,” jelasnya, Senin (14/10/2019).

Menkeu menegaskan importir nakal tersebut terbukti menjual bahan baku TPT impor kepada pihak ketiga. Padahal, Peratuan Menteri Perdagang No.64/2017 tentang Ketentuan Impor TPT menegaskan impor bahan baku dan produk antara yang dilakukan API-P tidak boleh diperjualbelikan ke pihak ketiga.

Selain itu, dua importir pemegang API-U yang melakukan importasi melalui PLB juga telah diblokir/dibekukan izinnya oleh Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pasalnya, produk yang mereka impor tidak sampai di tujuan.

Sri Mulyani mengungkapkan proses importasi TPT memang cukup kompleks. Umumnya, praktik ketidakwajaran dalam impor TPT ini muncul karena adanya titik kerawanan yang bisa timbul karena ketidaksesuaian jenis, jumlah, dan harga dalam impor TPT.

“Karena pemberitahuan yang salah bisa disengaja atau tidak disengaja. Namun, mostly sengaja dari kewajiban perpajakannya.”

Selain dilakukan kepada importir nakal,  penindakan turut diberlakukan kepada para industri kecil menengah (IKM) yang ditengarai memiliki bisnis fiktif dan melakukan pelanggaran ketentuan perdagangan.

“Mereka ada yang memiliki alamat yang palsu atau perusahaanya fiktif. Maka, ada tiga yang kami cabut surat keputusan transaksi perdagangannya dan 10 lainnya sedang kami dalami,” jelasnya.

Guna mendukung upaya penertiban dan peningkatan pengawasan impor melalui PLB, Kemenkeu pun akan menerbitkan revisi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No.02-03/2018 tentang PLB pada pekan ini.

Ada tujuh tujuh poin yang akan direvisi dalam beleid baru itu. Pertama, pemeriksaan fisik dan dokumen atas importasi melalui PLB berdasarkan manajemen risiko. Kedua, memberlakukan risk engine pemeriksaan fisik pada importasi melalui PLB sama seperti yang dilakukan di pelabuhan.

Ketiga, importir pemilik profil low risk yang diperbolehkan mengimpor TPT melalui PLB. Keempat, mandatori rekonsilisasi importasi otomatis atas kode HS pada BC 1.6 dan BC 2.8. Kelima, kewajiban pengujian eksistensi oleh petugas bea dan cukai.

Keenam, pemberian akses informasi dan teknologi (IT) inventory dan CCTV kepada kepada kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketujuh, penyampaian hasil audit kepabeanan secara berkala kepada  DJP.

AUTOMASI DATA

Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menambahkan, untuk meminimalisasi potensi pelanggaran ke depan, pemerintah juga mulai memperketat pengawasan dengan melakukan automasi data antara BC 1.6 dengan BC 2.8.

Adapun, BC 1.6 adalah pemberitahuan pabean pemasukan barang impor melalui PLB dan BC 2.8 merupakan pemberitahuan pabean atas pengeluaran barang impor dari PLB.

“Jadi nanti akan terdata dengan lengkap barang apa saja yang masuk dan yang keluar. Cocok apa tidak antara barang yang dikeluarkan dari PLB dan yang dimasukkan sebelumnya,” katanya.

Kendati demikian, dia tidak menjelaskan lebih jauh apakah selama ini terdapat ketidakcocokan antara pendataan barang masuk dan keluar dari PLB, terutama untuk produk tekstil.

Di samping itu, Kemenkeu juga akan mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan untuk melakukan revisi atas Permendag No.64/2017 untuk produk hulu. Usulan itu berupa penggabungan produk kategori A dan B sebagai satu kelompok produk yang perizinan impornya harus diberikan kuota.

Selain itu, Kemenkeu menyarankan penghapusan syarat impor berupa laporan surveyor (LS) yang digantikan dengan pengawasan oleh petugas bea dan cukai menggunakan manajemen risiko.

Sementara itu, untuk produk hilir, Kemenkeu mengusulkan agar ada revisi pada Permendag No.85/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.

Revisi itu dilakukan pada pembelakukan kuota terhadap impor produk hulu, penentuan lokasi impor melalui pelabuhan tertentu, penghapusan kewajiban LS dan digantikan pengawasan oleh Direktorat Bea dan Cukai, serta menurunkan jumlah impor produk garmen yang diperbolehkan dalam praktik impor barang kiriman dari 10 lembar menjadi 5 lembar.

“Kami sudah koordinasikan dengan Kementerian Perdagangan dan saat ini mereka sudah sepakat melakukan revisi di Permendag No64/2017,” ujar Heru.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Wisnu Wardhana belum memberikan jawaban ketika dimintai tanggapan. Namun, sebelumnya, dia sempat mengutarkan Kemendag tengah membahas rencana pengurangan batasan impor produk garmen melalui jalur barang kiriman menjadi di bawah 10 lembar.

“Sudah ada pembahasan [dengan Kemenkeu] mengenai penurunan besaran jumlah produk garmen yang bisa diimpor melalui jalur barnag kiriman. Sebab, jalur itu diduga menjadi salah satu celah kenaikan impor melalui platform dagang elektronik,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat Dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wiraswasta mengatakan temuan dari Kemenkeu tersebut membuktikan kebenaran bocornya impor TPT melalui PLB. Menurut datanya, jumlah perusahaan pemegang API-P yang terbukti melanggar improtasi melalui PLB sejatinya mencapai 15 perusahaan.

“Kami apresiasi langkah cepat dari pemerintah menindak pelaku impor ilegal ini. Kami menduga praktik seperti ini merupakan efek dari longgarnya ketentuan pada Permendag No.64/2017 dan dampak dari ditutupnya jalur impor borongan oleh pemerintah,” katanya.

Dia mengatakan pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan kepada IKM bodong yang sengaja dibuat oleh importir pemegang API U ilegal untuk memuluskan praktik nakalnya. Selama ini, dia menemukan cukup banyak IKM yang tidak melakukan proses produksi dan hanya menjadi jembatan untuk merembeskan produk TPT dari PLB ke pasar.

“Untuk itu, pemeriksaan tagihan listrik, pembayaran pajak dan transaksi di IKM menjadi penting untuk memudahkan mendeteksi apakah mereka IKM palsu atau asli,” jelasnya.

Di lain pihak, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat tidak memberikan respon ketika dihubungi oleh Bisnis.     


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper