Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perketat Pengawasan Impor TPT, Mekanisme Mandatory Data BC 1.6 dan BC 2.8 Diubah

Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan telah memetakan sejumlah persoalan impor TPT. Pemerintah juga melakukan penyempurnaan regulasi dengan merevisi Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai (PER No.02 - 03/2018).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Heru Pambudi menjelaskan kepada wartawan terkait kenaikan cukai rokok 23 persen pada 2020 di Jakarta/Bisnis-Novita Sari Simamora
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Heru Pambudi menjelaskan kepada wartawan terkait kenaikan cukai rokok 23 persen pada 2020 di Jakarta/Bisnis-Novita Sari Simamora

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan akhirnya buka suara soal dugaan kebocoran impor tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui pusat logistik berikat (PLB).

Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan telah memetakan sejumlah persoalan impor TPT. Pemerintah juga melakukan penyempurnaan regulasi dengan merevisi Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai (PER No.02 - 03/2018).

"Target revisi minggu ini," kata Heru di Jakarta, Senin (14/10/2019).

Salah satu substansi yang diatur dalam rencana revisi beleid ini yakni terkait dengan mandatory secara otomasi terhadap data BC 1.6 dan B.C 2.8.

BC 1.6 sendiri merupakan pemberitahuan pabean pemasukan barang impor untuk ditimbun di Pusat Logistik Berikat (PLB).

Sementara itu, BC 2.8 merupakan pemberitahuan untuk pengeluaran barang dari Pusat Logistik Berikat (PLB).

Selain itu otoritas kepabeanan juga akan akan memberikan audit kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Sebelumnya, pengelompokan kode harmonized system (HS) yang tidak konsisten ditengarai sebagai penyebab banjirnya impor tekstil dan produk tekstil.

Informasi yang dihimpun Bisnis.com menyebutkan bahwa saat ini terjadi lonjakan impor TPT dengan kode HS5804, 5808, 5810, dan 5802 yaitu kain embroidery, renda, net, dan lace yang masuk dalam kategori barang kelompok B dan belum diproduksi di Indonesia.

Namun kenyataannya, barang-barang dengan kode HS tersebut sudah diproduksi di Indonesia atau seharusnya masuk dalam kelompok A. Sebagai barang yang sudah masuk dalam kategori A, impor TPT jenis tersebut seharusnya memiliki kuota dan persetujuan impor (PI), bukannya ke kelompok B yang tanpa kuota.

Dalam catatan Bisnis.com, saat ini ada 14 perusahaan dalam negeri yang telah memproduksi TPT jenis tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper