Ada ciri khas di setiap rumah di Provinsi Riau, khususnya di wilayah pesisir timur. Selalu ada drum atau tangki ukuran besar. Ini bukan tanpa tujuan.
Drum dan tangki ukuran besar itu salah satunya untuk menampung air hujan, sebagai bekal warga untuk mandi, mencuci pakaian, memasak, bahkan diolah menjadi air minum.
Ketika kemarau tiba dan stok air hujan di drum dan tangki itu menipis, mau tidak mau warga setempat harus membeli air bersih dari pengusaha air isi ulang atau air tangki, untuk selanjutnya ditampung di drum atau tangki di rumahnya. Harga air mulai dari Rp3.000 per galon isi ulang hingga Rp100.000 per tangki berkapasitas 5.000 liter.
Hal ini sudah lazim terjadi dan rata-rata dilakukan oleh semua keluarga, karena sebagian besar sumber air tanah di daerah itu bersifat payau. Jenis tanahnya rawa dan gambut. Selain itu, airnya berwarna kuning atau merah kecokelatan. Indikasinya jelas sekali. Saat digunakan untuk mencuci, baju putih bisa berubah warna dengan cepat.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) memang ada di kabupaten kota setempat. Akan tetapi, masalah yang kerap dihadapi perusahaan daerah itu rerata sama seperti kondisi di wilayah lainnya di Indonesia: air keruh, berbau, dan suplainya yang tidak selalu tersedia setiap saat.
Selain itu, cakupan layanan PDAM ini tidak merata, bahkan bisa dibilang sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduknya.
Menurut data kinerja PDAM 2017 Kementerian PUPR, jangkauan layanan air bersih di Pekanbaru hanya 8%. Adapun, angka kebocoran airnya atau nonrevenue water di daerah itu mencapai 70%, atau tertinggi nasional.
Kondisi inilah yang memaksa warga lebih memilih untuk menyiapkan air bersihnya secara mandiri, mulai dari membuat sumur bor, membeli mesin dan atau mesin pompa, lalu menyiapkan tangki air.
Masalah air bersih ini ternyata tidak hanya terjadi di Pekanbaru. Berdasarkan data Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian PUPR 2018, merujuk kepada hasil penilaian kinerja terhadap 374 dari total 391 PDAM di Indonesia, tercatat hanya 223 PDAM atau 57% yang berkinerja sehat. Sisanya 99 PDAM (25%) kurang sehat, 52 PDAM (13%) berkinerja sakit, dan 17 PDAM tercatat belum dinilai.
Provinsi Riau yang berpenduduk 6 juta jiwa itu, dalam beberapa tahun terakhir telah berupaya mencarikan solusi dari masalah air bersih yang menggerogoti masyarakat sejak lama, misalnya dengan mengupayakan program pembangunan sistem pengolahan air minum atau SPAM hingga menjalin kerja sama anggaran antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten kota.
Pada 2015, misalnya, Riau telah mengajukan proyek SPAM Durolis atau Dumai, Rohil, dan Bengkalis. Proyek layanan air bersih ini direncanakan mengambil air baku dari aliran air Sungai Rokan, yang memang mengalir di tiga wilayah kabupaten tersebut.
Setelah proses pengajuan, tender, dan pemenang proyek ditetapkan, akhirnya SPAM Durolis dimulai pembangunannya secara resmi pada 21 Agustus 2017, tepatnya di Tanjung Melawan, Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir.
“Semoga proyek ini dapat terwujud, untuk masyarakat Dumai, Rohil, dan Bengkalis. Nanti bisa jadi objek wisata juga untuk masyarakat,” ucap Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, kala itu.
Rencananya, proyek air bersih ini akan melayani sekitar 40.000 sambungan rumah (SR) di tiga wilayah, yaitu 15.000 SR di Kota Dumai, 10.000 SR di Rokan Hilir, dan 15.000 SR di Bengkalis. Total anggaran yang disedot proyek ini Rp1,3 triliun, yang merupakan patungan dana pusat, provinsi, serta kabupaten kota terkait.
Selama proyek ini berjalan, ada beberapa kendala yang dihadapi, seperti sempat robohnya rumah pompa intake air baku di Tanjung Melawan, Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir pada Januari 2019.