Bisnis.com, JAKARTA--Proyek pembangunan menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang dibangun dari nol atau green field dinilai lebih banyak keuntungannya dibandingkan dengan brown field.
Pemerhati penerbangan dari CommunicAvia Gerry Soejatman mengatakan, langkah pemerintah menjadikan proyek KPBU Bandara Singkawang senilai Rp4,3 triliun sebagai percontohan sudah tepat.
"Ketika proyek tersebut dimulai dari nol diharapkan ada modifikasi, dari master desain yang sudah ditentukan, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik bandara. Itu justru hal yang positif," katanya kepada Bisnis.com, Senin (7/10/2019).
Dia menambahkan setiap bandara di Indonesia memiliki keunikan dan karakteristik masing-masing baik dari topografi maupun sifat pergerakan pesawat dan penumpangnya. Bila pembangunan dimulai dari nol, investor bisa memaksimalkan daya imajinasinya untuk membuat bandara lebih optimal.
Gerry memberi contoh untuk usulan desain bandara. Jika proyek greenfield, maka investor bisa bebas membuat desain sesuai dengan studi mereka yang dianggap bisa menjadikannya bermanfaat.
Namun, hal tersebut juga membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah setempat agar persetujuan yang terkait dengan rencana pembangunan bandara tidak menjadi hambatan. Terlebih, beberapa wilayah lain di luar Jawa membutuhkan lebih banyak konektivitas udara.
Baca Juga
Dia menuturkan optimalisasi bandara bukan hanya dilihat dari sisi pendapatan, melainkan juga dari sisi kemanfaatannya terhadap daerah setempat. Bandara sudah terbangun yang ditawarkan melalui skema KPBU justru berisiko memiliki limitasi.
Pemerintah melakukan KPBU proyek bandara yang pertama kali adalah untuk Bandara Komodo di Labuan Bajo. Kekurangan dalam proses KPBU tersebut diperbaiki dan diterapkan untuk Bandara Singkawang.
"Kalau Labuan Bajo bandaranya ini sudah ada, sehingga kreativitas peserta lelang terbatas. Terlebih, bandara tersebut memiliki banyak obstacle," ujarnya.
Pemerintah diketahui sedang menawarkan pembangunan Bandara Singkawang menggunakan skema KBPU kepada investor dalam market sounding senilai Rp4,3 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, nilai investasi tersebut terdiri atas belanja modal sebesar Rp1,7 triliun dan belanja operasi sebesar Rp2,6 triliun. Adapun, hak konsesi yang ditawarkan selama 32 tahun.