Bisnis.com, JAKARTA – Holding period dana repatriasi periode pertama dan kedua akan segera berakhir dalam kurun September–Desember 2019.
Tanpa tersobosan, di tengah kondisi domestik yang belum sepenuhnya stabil, karena masalah politik dan kepastian hukum, ratusan triliun aset dan dana repatriasi berpotensi lari ke luar negeri.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan sesuai mekanisme yang berlaku holding period untuk aset yang direpatriasi ke dalam negeri adalah 3 tahun sejak tanggal aset tersebut dialihkan ke Indonesia. Waktu itu, batas waktu repatriasi untuk periode 1 dan periode 2 adalah 31 Desember 2016.
“Jadi usainya holding period tergantung kapan peserta tax amnesty tersebut secara faktual [per tanggal] mengalihkan hartanya ke Indonesia,” kata Yoga kepada Bisnis.com, Senin (7/10/2019).
Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan realisasi repatrasi pada periode tax amnesty jilid 1–2 masing-masing senilai Rp130 triliun dan Rp10,5 triliun atau jika digabungkan senilai Rp140,5 triliun. Jumlah tersebut setara 95,7% dari total nilai repatriasi yang mencapai Rp146,7 triliun.
Dalam catatan Bisnis.com, skema soal holding period diatur dalam PMK No.141/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.16/2016 tentang Pengampunan Pajak. Dalam beleid tersebut pemerintah secara tegas menyebutkan bahwa angka waktu 3 tahun dihitung sejak wajib pajak menempatkan harta tambahannya di cabang bank persepsi yang berada di luar negeri dimaksud.
Baca Juga
Artinya dengan maksimal waktu pengalihan untuk WP yang memanfaatkan periode 1 atau 2 adalah 31 Desember 2016, maka untuk peride 1 dan 2 holding period maksimal berakhir pada 31 Desember 2019. Batasan tersebut bisa lebih cepat apabila proses repatriasi dilakukan WP lebih awal.
Sebagai contoh, seorang wajib pajak telah merepatriasi aset atau dana pada bulan September 2016, praktis masa holding period-nya akan berakhir 3 tahun setelah wajib pajak melakukan repatriasi atau tepatnya September 2019
Adapun menurut Yoga, dana atau aset hasil repatriasi yang telah melewati masa holding period sudah terbebas dari kewajiban untuk menginvestasikannya di dalam negeri. Selain itu, dari sisi perpajakan dana tersebut juga tidak lagi memiliki persoalan karena telah melewati mekanisme yang berlaku sewaktu pengampunan pajak berlangsung.
Kendati dana tersebut telah menjadi hak WP sepenuhnya, otoritas atau pemerintah tetap berharap bahwa dana-dana yang telah direpatriasikan tetap berada di dalam yurisdiksi Indonesia. Meskipun Yoga juga tak memungkiri jika bertahan atau tidaknya dana repatriasi sangat tergantung dengan kondisi investasi di dalam negeri.
“Instrumen investasi mungkin perlu diperdalam, juga investasi sektor riil memerlukan berbagai pembenahan seperti perizinan, kepemilikan tanah, ketenagakerjaan. Kita berharap aset tersebut stay di Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kita,” jelasnya.