Bisnis.com, JAKARTA — Dalam pidatonya di hadapan ratusan pedagang pasar rakyat dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan pada Maret lalu, Presiden Joko Widodo meminta agar digiitalisasi pasar rakyat segera dilakukan.
Hal itu didasarkan pada sejumlah keluhan yang diterima sang kepala negara dari para pedagang pasar rakyat. Presiden Joko Widodo mendengar para pedagang pasar rakyat mengaku kalah bersaing dengan platform dagang elektronik.
Permintaan kepala negara tersebut pun langsung direspon oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Dia mengklaim Kementerian Perdagangan tengah membuat program berupa marketplace, dan aplikasi pemantauan harga barang khusus untuk produk pasar rakyat.
Hal itu, menurutnya, akan mempermudah transaksi antara pedagang dan pembeli di tengah merebaknya tren transaksi daring.
Kala itu, dia mengatakan Kemendag telah memiliki kajian terkait dengan kebijakan itu di Pusdiklat Kemendag dan siap dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Dia pun menargetkan kebijakan itu dapat diselesaikan dan diterapkan secepat mungkin pada tahun ini.
Namun, hingga kini kebijakan tersebut rupanya belum kunjung terlihat penerapannya. Hal itu terbukti dari belum adanya satu pun pasar rakyat yang berhasil didigitalisasi oleh Kemendag.
Fakta tersebut diamini oleh Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesa (Ikappi) Abdullah Mansuri. Dia mengatakan, sejauh ini Kemendag baru menjalankan program revitalisasi pasar rakyat.
Adapun, program revitalisasi pasar rakyat itu ditargetkan dilakukan terhadap lebih dari 5.000 pasar pada tahun ini, sejak pertama kali dilakukan pada 2015.
“Belum ada pasar rakyat yang mulai didigitalisasi. Bahkan, kami dari pelaku pasar belum mendapatkan sosialisasi kebijakan itu. Seharusnya, sebelum kebijakan itu dijalankan proses sosialisasi harus dilakukan terlebih dahulu,” ujarnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Dia mengaku, informasi mengenai rencana digitalisasi pasar rakyat hanya diperolehnya dari media massa. Menurutnya, sejatinya program digitalisasi pasar rakyat merupakan langkah penting untuk menjaga daya saing pasar rakyat, yang terus tergerus oleh kehadiran ritel modern dan platform dagang elektronik (dagang-el).
Abdullah pun menyangsikan, kebijakan digitalisasi pasar rakyat dapat dilakukan mulai tahun ini. Pasalnya, pemerintah masih belum mampu menyelesaikan persoalan krusial yang harus dituntaskan sebelum memasuki tahapan digitalisasi pasar rakyat.
Persoalan itu adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM) sebagai elemen dasar pendukung program digitalisasi tersebut. Terlebih, menurutnya, selama ini pemerintah lebih banyak berkutat pada revitalisasi fisik dari pasar rakyat dan belum melakukan penyiapan SDM pengelola pasar secara maksimal.
“Untuk itu, revitalisasi nonfisik yang berupa peningkatan kualitas SDM pengelola pasar harus dilakukan secepat mungkin. Pengelola pasar ini yang nantinya akan menjadi pondasi sekaligus ujung tombak penerapan digitalisasi pasar rakyat,” jelasnya.
Menurutnya, tanpa adanya kehadiran pengelola pasar yang berkualitas, konsep digitalisasi pasar rakyat hanya akan menjadi wacana belaka. Akibatnya, program yang sejatinya memiliki tujuan yang baik tersebut tidak akan dapat terlaksana sesegera mungkin.
“Buat apa bangunan fisik pasarnya bagus, namun pembelinya tidak ada, karena semua sekarang larinya ke ritel modern dan platform dagang elektronik,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPI) Maulana mengaku tidak mudah menerapkan program digitalisasi pasar rakyat. Namun menurutnya kebijakan tersebut harus secepatnya dilakukan, mengingat perkembangan bisnis perdagangan daring terus tumbuh pesat di Tanah Air.
“Kalau targetnya tahun ini program digitalisasi pasar rakyat mulai diaplikasikan, seharusnya sudah ada minimal satu atau dua pasar yang dijadikan pilot project. Namun saya belum melihat adanya satu pun ancang-ancang dari pemerintah menerapkan kebijakan itu,” ujarnya.
Dia mengharapkan pemerintah mengambil contoh China yang telah menerapkan digitalisasi pasar rakyat secara masif. Menurutnya, pasar rakyat di Negeri Panda mulai kembali bergeliat beberapa tahun terakhir lantaran hadirnya program digitalisasi.
Sejumlah pedagang di pasar rakyat, menurutnya sudah mulai memanfaatkan platform daring untuk menjual produknya. Namun, langkah itu baru dilakukan oleh segelintir orang secara mandiri.
Sementara itu, Direktur Sarana Distribusi dan Logistik Kementerian Perdagangan Sihard Hajopan Pohan mengakui hingga saat ini Kemendag belum dapat menerapkan program digitalisasi pasar rakyat.
Dia menyatakan pelaksanaan kebijakan tersebut tidaklah mudah. Sebab, pemerintah masih menemui sejumlah kendala dalam menerapkan kebijakan itu, salah satunya ketersediaan jaringan internet yang memadai di pasar rakyat.
“Untuk itu kami saat ini sedang berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mengurai persoalan seperti ketersediaan jaringan internet,” katanya.
Kendati demikian, dia mengklaim telah terdapat beberapa pasar rakyat yang mulai menjalankan program digitalisasi, salah satunya Pasar Badung di Bali. Menurutnya, pasar tersebut telah menerapkan transaksi nontunai dan menyediakan jasa pengiriman barang dalam jumlah kecil ke konsumen.
Namun demikian, dia mengakui program tersebut bukan dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan diinisiasi oleh Pemerintah Kota Denpasar. Untuk itu dia mengharapkan adanya inisiatif serupa dari pemerintah daerah lain, untuk membantu meningkatkan kelas dan daya saing pasar rakyat.
Terlepas dari sejumlah kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam menerapkan digitalisasi pasar rakyat, kebijakan tersebut sudah seharusnya dilakukan secepat mungkin. Mengingat perkembangan industri perdagangan daring terus berkembang pesat.
Bukan tidak mungkin proses transaksi konvensional seperti yang masih dilakukan di pasar rakyat akan makin ditinggalkan oleh konsumen, sehingga mengorbankan para pedagang pasar rakyat.