Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia berharap pembatasan kuota Solar bersubsidi untuk angkutan barang tidak diberlakukan pada masa mendatang karena kebijakan pembatasan akan memengaruhi aspek operasional angkutan barang.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengatakan, pihaknya menyambut baik pencabutan surat edaran (SE) pembatasan Solar bersubsidi oleh Badan Pengelola Hilir (BPH) Migas yang sempat membuat para pengusaha tidak mendapatkan kepastian hukum. Saat ini, aktivitas pengisian bahan bakar para pengemudi truk sudah kembali seperti semula.
"Ini dicabut [hanya] sementara, waktu kami rapat itu memang akan dicarikan jalan terbaik, dia [pemerintah] minta waktu," terangnya kepada Bisnis.com, Kamis (3/10/2019).
Bila ada edaran baru, dia meminta tidak ada pembatasan BBM subsidi, karena pengaruhi pembatasan BBM tersebut menyangkut ke berbagai aspek operasional.
Dia mencontohkan pembatasan BBM bersbubsidi melalui surat edaran BPH Migas diatur untuk pertambangan dan perkebunan tetapi berlanjut ke semua jenis truk. "Kemarin bablas, krusial itu BPH Migas harus cermati nilai kebocoran tertinggi, ada dua daerah terbesar, Riau dan Kalimantan Timur." terangnya.
Di dua daerah tersebut merupakan daerah perkebunan sawit dan pertambangan. Selain itu, jumlah penduduk di dua provinsi tersebut pun relatif lebih rendah dibandingkan dengan di Pulau Jawa.
Baca Juga
"Perlu diteropong, banyak, padahal jumlah penduduknya tidak sebanyak Jawa, di daerah itu banyak tingkat penyelewengannya," imbuhnya.
Sebelumnya, BPH Migas mencabut SE tentang pengendalian kuota jenis bahan bakar minyak tertentu 2019. Usulan pencabutan SE No. 3865/Ka BPH/2019 datang dari keputusan hasil rapat pimpinan Kementerian ESDM pada 27 September 2019.
Dalam kesimpulan rapat tersebut disebutkan, untuk menjaga stabilitas di masyarakat, rapim meminta BPH Migas mencabut surat edaran tersebut. Kesimpulan ini merujuk ketidakmampuan PT Pertamina (Persero) untuk menyalurkan Solar nonsubsidi di setiap lembaga penyalur (SPBU) sebagai substitusi atas jenis BBM tertentu (JBT) jenis minyak Solar.
Dijelaskan pula bahwa Pertamina melalui surat Direktur Utama Pertamina ke Menteri ESDM, menginformasikan adanya over kuota solar subsidi pada November 2019.
“Sehubungan dengan angka 1 [satu] sampai dengan 7 [tujuh] di atas, dengan ini BPH Migas mencabut sementara Surat Edaran Nomor 3865 E/Ka BPH/2019 tentang Pengendalian Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Tahun 2019,” tulis Surat Edaran No. 4487. E/Ka BPH/2019, Senin (30/9/2019).
Kuota solar bersubsidi tahun ini secara nasional sebanyak 14,5 juta kiloliter (KL) atau lebih kecil dibandingkan dengan 2018 sebanyak 15,62 juta KL dengan realisasi sebanyak 15,58 juta KL.
Sementara itu, realisasi penyaluran solar bersubsidi per 25 September 2019 sebanyak 11,67 juta KL atau 80,46% dari kuota. Normalnya, realisasi per 25 September 2019 seharusnya sekitar 73,42% dari kuota.
Dalam SE yang ditetapkan pada 30 September tersebut, apabila tidak dilakukan pengendalian distribusi solar subsidi, maka berpotensi over kuota dengan prognosis sampai dengan Desember 2019 akan terealisasi sebanyak 16,07 juta KL atau kelebihan 1,57 juta KL dari kuota 2019.
Dengan dicabutkan SE No.3865/2019, Pertamina wajib menyalurkan solar bersubsidi 2019 dengan prinsip kehati-hatian, akurat, tepat sasaran, tepat volume dan dapat dipertanggungjawabkan untuk menjaga kuota JBT jenis minyak solar 2019.
Sebelumnya, BPH Migas menerbitkan Surat Edaran No. 3865/2019 untuk mengendalikan kuota jenis solar subsidi 2019 atas antisipasi over kuota jenis solar subsidi 2019.