Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Kebocoran Impor Tekstil, Sri Mulyani Beda Pendapat dengan Enggartiasto

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa PLB hanya mensuplai 4,1 persen dari seluruh impor TPT.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan menegaskan bahwa klaim adanya kebocoran impor tekstil dan produk tekstil tidak terletak di Pusat Logistik Berikat sebagaimana klaim Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pusat logistik berikat (PLB) hanya mensuplai 4,1 persen dari seluruh impor tekstil dan produk tekstil (TPT).

Dengan kondisi itu, Menkeu menyatakan kontribusi impor TPT mayoritas bersumber dari impor yang dilaksanakan secara langsung oleh konsumen atau melalui impor umum.

"Kalau masalahnya bukan di PLB maka perlu kita cek di mana? Apakah ini di industri atau perdagangan," ujarnya, Jumat (4/10/2019).

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa industri hulu TPT mengalami peningkatan kapasitas produksi dan investasi tetapi daya serap industri antara TPT di dalam negeri masih kurang sehingga produk industri hulu diekspor ke luar negeri.

Pada sektor hulu, industri hulu TPT meningkat 20,7 persen dan kapasitas produksinya meningkat 10,7 persen. Pada industri antara TPT, ditemukan adanya penurunan kapasitas produksi yang disebabkan oleh permasalahan-permasalahan tertentu seperti sudah tuanya mesin produksi dan permasalahan limbah. Utilisasi produksi dari industi antara TPT pun baru mencapai 41,95 persen.

Hal ini pada akhirnya menekan industri hilir TPT nasional, di mana mereka kesulitan untuk mendapatkan bahan baku asal dalam negeri akibat kurangnya pasokan. Di satu sisi, utiliasi produksi industri hilir TPT baru 56,7 persen dan pangsa pasarnya cenderung kalah bersaing dengan produk Vietnam.

Dalam ketentuannya, terdapat perbedaan perlakuan importasi antara produk TPT hulu, antara, dan hilir.

Produk TPT hulu dikenai bea masuk sebesar 0 persen-5 persen, TPT antara 5 persen-10 persen, dan TPT hilir sebesar 15 persen-25 persen dan bahkan mencapai 20 persen-25 persen untuk produk garmen.

"Semakin hilir maka semakin tinggi bea masuknya agar industri garment makin terproteksi," ujar Sri Mulyani.

Meski bea masuk dari produk TPT hulu hanya dikenai tarif sebesar 0 persen-5 persen, Sri Mulyani mengatakan bahwa produk tersebut diawasi melalui tata niaga yang lebih ketat dibandingkan dengan yang hilir yakni dengan adanya pengkategorian barang serta penetapan kuota.

Produk TPT hulu yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri merupakan barang berkategori A dimana Kementerian Perdagangan menerapkan kuota atas importasi dari barang tersebut serta diberlakukan survei oleh surveyor.

Produk TPT hulu yang belum bisa diproduksi di dalam negeri merupakan barang berkategori B dan untuk produk ini tidak ada kuota yang dikenakan.

Menkeu mengungkapkan bahwa dalam masalah perlindungan industri dalam negeri melalui pengenaan bea masuk dan batasan non tarif, di sini Kementerian Keuangan merupakan pelaksana dari kesepakatan sektor terkait.

"Kalau sektornya sudah sepakat bagaimana cara melindungi industri dalam negeri maka akan muncul PMK sesuai dengan keinginan tersebut entah berupa bea masuk, kuota, batasan, surveyor, dan lain-lain. Itu semua kebijakan dari sektoralnya," ujar Sri Mulyani.

Oleh karena tidak adanya pengetatan dari sisi tata niaga pada produk TPT hilir sebagaimana yang berlaku pada produk TPT hulu, hal inilah yang mungkin menyebabkan timbulnya kompetisi antara produk TPT hilir yang diproduksi oleh industri dalam negeri dengan produk impor.

Oleh karena itu, imbuhnya, bakal ada harmonisasi regulasi mengenai safeguard produk TPT bersama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian dan kementerian sektor terkait yakni Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Hendra Wibawa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper