Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menyatakan pendapatan negara berpotensi bertambah Rp21,2 triliun bila harga gas diturunkan ke level US$6 per MMBTU.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan hal itu merupakan hasil kajian Kemenperin bersama Universitas Indonesia pada 2015. Kajian itu, katanya, menjadi salah satu dasar bagi pemerintah untuk menetapkan Peraturan Presiden No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Regulasi yang ditetapkan pada Mei 2016 itu mengatur harga gas bumi tertentu senilai US$6 per MMBTU kepada sejumlah pelaku industri.
"Kami hitung impact-nya, negara bisa mendapatkan Rp21 triliun," ujarnya di sela-sela focus group discussion bertajuk Kepastian Impelementasi Penurunan Harga Gas Bumi Sesuai Peraturan Presiden No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, Rabu (25/9/2019).
Potensi pendapatan negara itu, kata Sigit, bersumber dari pendapatan pajak dari pelaku industri dan turunannya yang diperkirakan kian meningkat dengan dukungan harga gas bumi yang kompetitif. Belum lagi, pertumbuhan industri itu bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Dampak ganda dari kebijakan penurunan harga gas itu diyakini jauh lebih signifikan lagi bagi ekonomi nasional. Bila harga gas meningkat, kata Sigit, maka negara sebaliknya akan kehilangan potensi pendapatan negara tersebut.
"Itu baru pendapatan negara. Penurunan harga gas itu akan memacu hilirisasi industri sehingga dampak ekonominya akan jauh lebih besar," jelasnya.
Hasil kajian itu juga memberikan skenario harga gas turun hingga US$5 dan US$4 per MMBTU. Penurunan harga itu akan membuka potensi pendapatan negara masing-masing sebesar Rp26,64 triliun dan Rp31,97 triliun.
"Hitungan kajian pada 2015 itu, kalau kita turunkan harga gas US$1 saja, maka negara bukan rugi, melainkan untung Rp20 triliun - Rp25 triliun. Semakin besar penurunan harga gas, semakin besar keuntungan negara," ujarnya.