Bisnis.com, JAKARTA–Kebijakan fiskal perlu berkolaborasi dengan kebijakan moneter agar pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan mencapai 5,3% sebagaimana diasumsikan dalam RAPBN 2020 bisa tercapai.
Mengingat tren bank sentral di berbagai negara yang terus menurunkan suku bunga acuan, ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpandangan bahwa kebijakan fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah perlu lebih ekspansif.
"Apalagi ruang fiskal tahun depan ditargetkan masih jauh di level batas aman defisit anggaran," ujar Yusuf, Senin (23/9/2019).
Untuk diketahui, defisit anggaran untuk tahun depan dipatok pada angka 1,76% dari PDB, lebih rendah dari outlook defisit 2019 yang mencapai 1,93% dari PDB dan realisasi defisit pada 2018 yang mencapai 1,82%.
Indonesia terakhir kali merealisasikan defisit anggaran di atas 2% adalah pada 2017, sedangkan batas maksimal defisit anggaran yang ditentukan dalam UU mencapai 3%.
Yusuf menilai ruang fiskal yang ada perlu lebih dimanfaatkan oleh pemerintah, apalagi dengan tren suku bunga yang rendah maka cost of fund sendiri juga turut rendah.
Baca Juga
"Dengan demikian tanggung jawab politik pemerintah terkait defisit anggaran ke DPR dan masyarakat menjadi lebih loose/ringan," ujar Yusuf.
Untuk tahun depan, kebijakan-kebijakan fiskal yang tergolong baru dan dijanjikan akan efektif pada tahun depan adalah insentif-insentif sebagaimana yang telah tertuang dalam PP No. 45/2019.
Fasilitas yang diberikan antara lain investment allowance di mana Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru ataupun perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya dan tidak mendapatkan fasilitas pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31A UU PPh berhak mendapatkan pengurangan penghasilan neto yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu sebesar 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha.
Selain itu, super deduction tax juga diberikan kepada WP Badan dalam negeri yang menyelenggarakan vokasi atau riset dengan pengurangan penghasilan bruto maksimal 200% dari biaya vokasi yang dikeluarkan serta pengurangan penghasilan bruto maksimal 300% bagi WP Badan yang menyelenggarakan riset.
Adapun untuk super deduction tax vokasi sudah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) turunan PP No. 45/2019 yakni PMK No. 128/2019.
Dari sisi moneter, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga sebanyak tiga kali dengan masing-masing sebesar 25 bps sehingga saat ini menjadi 5,25%.