Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Zinc Aluminium Steel Indsutry (IZASI) meminta pemerintah untuk melindungi industri baja nasional, khususnya baja lapis, dari serbuan baja impor dari China.
Direktur Eksekutif IZASI Maharani Putri menyatakan pihaknya sedang mengajukan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) bersama Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Menurutnya, penerapan BMADS akan membantu industri baja lapis lokal bertahan.
Selain itu, Maharani berharap pemerintah mewaspadai arus investasi asing yang masuk ke industri baja. Pasalnya, permintaan baja nasional akan meningkat seiring dengan adanya proyek pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur senilai Rp466 triliun.
Maharani mengatakan relokasi pabrik baja China ke dalam negeri tetap akan mematikan industri baja lokal. Pasalnya, lapangan usaha antara pabrik hasil relokasi dari China dan pabrik lokal akan berbeda berkat insentif tax holiday dan tax allowance.
“Namanya orang sakit belum sembuh, dengan BMADS mungkin bisa sembuh. [Kalau pabrik baja China masuk,] itu namanya belum dikasih obat sudah ditembak. Ya mati lah [industri baja nasional],” katanya kepada Bisnis pekan lalu.
Maharani mengatakan relokasi pabrik baja China ke dalam negeri merupakan bentuk lain dari impor. Menurutnya, lapangan usaha antara pabrik baja lokal dengan hasil relokasi baru akan setara sekitar 2 tahun—3 tahun setelah BMAD terimplementasi.
Menurut data IZASI kapasitas terpasang industri baja lapis nasional mencapai 1,075 juta ton per tahun. Adapun, baja lapis biasa menopang 75% dari total produksi baja lapis nasional, sedangkan baja lapis warna berkontribusi sekitar 25%.
Dengan utilitas pabrikan industri baja lapis di posisi 40%, produksi industri baja lapis pada tahun ini diperkirakan hanya 430.000 ton per tahun. Penurunan utilitas tersebut disebabkan oleh baja lapis impor yang mendominasi 70% dari total baja lapis di pasar lokal. Adapun, baja lapis dari Vietnam dan China mengisi 57% total permintaan baja lapis nasional.
Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengatakan industri baja lokal harus dilindungi dari potensi kenaikan volume baja impor China dengan aturan dan kebijakan. Menurutnya, pemerintah dapat menerbitkan aturan terkait tariff barrier dan non-tariff barrier.
“Yang lebih penting adalah pengawasan atas baja impor yang mengakali bea masuk dengan HS [harmonize system] Code yang tidak terkena bea,” katanya kepada Bisnis.
Adapun untuk proteksi non-tariff, Silmy menyarankan untuk membatasi jalur masuk baja impor menjadi dua pelabuhan. Selain itu, jumlah importir juga dapat dibatasi mengingat sebagian besar jenis baja yang dibutuhkan industri hilir sudah diproduksi di dalam negeri.