Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Impor Bahan Baku Bakal Tekan Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto hasil neraca dagang Agustus 2019 yang surplus tipis US$85 juta ini akibat impor yang tertekan lebih rendah ketimbang ekspor.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Tekanan yang dalam terhadap impor Agustus 2019 untuk golongan barang bahan baku dan barang modal bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto hasil neraca dagang Agustus 2019 yang surplus tipis US$85 juta ini akibat impor yang tertekan lebih rendah ketimbang ekspor.

BPS menyatakan, angka impor Agustus 2019 yang mencapai US$14,20 miliar turun 8,53% dibandingkan dengan Juli 2019 dan turun 15,06% (yoy) akibat turunnya barang modal dan barang bahan baku.

Dia menyatakan menurut golongan penggunaan barang, nilai impor untuk barang konsumsi pada Agustus 2019 tercatat US$1,37 miliar turun 6,71% (mtm), atau turun 12,11% (yoy).

Sementara itu, impor bahan baku atau penolong tercatat US$10,35 miliar dengan perubahan turun 8,17% (mtm) dan 18,06% turun secara (yoy). Untuk barang modal juga tercatat nilai impor sebesar US$2,48 miliar atau turun 10,93% (mtm), dan turun 5,83% (yoy).

"Angka impor ini terjadi penurunan dari jenis impor bahan baku dan modal barang," ungkapnya di kantor BPS, Senin (16/9/2019).

Secara rinci, hasil neraca dagang bulan lalu perlu ditilik lebih lanjut dampaknya pada pengaruh pertumbuhan ekonomi. Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi hanya bisa terlihat dari nilai surplus ekspor Agustus 2019 dan Juli 2019, maupun berbanding 2018.

"Jika berkaitan dengan impor, ini ada dampaknya ke pertumbuhan beberapa sektor utamanya berkaitan impor bahan baku," ujarnya.

Impor bahan baku yang turun, menurut Suhariyanto, berpeluang memberi dampak khususnya pada sektor industri pengolahan. Salah satunya ekspor industri pengolahan juga belum tentu tumbuh optimal.

Menurut BPS pada Agustus 2019, ekspor untuk industri pengolahan secara (yoy) turun 4,62% dan secara (mtm) turun 2,40%. Secara nilai ekspor industri pengolahan pada Agustus 2019 tercatat sebesar US$11,24 miliar. Adapun penurunan industri pengolahan terjadi di komoditas ekspor karet dan penurunan ekspor batu bara.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menyatakan sepanjang tahun ini neraca dagang Indonesia cenderung fluktuatif. Dia menilai belum ada perbaikan yang fundamental dalam tata kelola niaga dakam menghadapi ketidakstabilan global. Alhasil penurunan impor khususnya barang modal dan bahan baku akan memberi imbas pada sektor industri khususnya manufaktur.

"Kalau kebutuhan impor menurun kita lihat kebutuhan yang lebih ke manufaktur ini jadi warning bagi kita," jelas Hendri.

Dia menilai ke depan perlu ada perencanaan dan implementasi tata niaga yang komprehensif ke depan mengoreksi penurunan impor.

Senada dengan Hendri, ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mengatakan melihat tekanan yang dalam pada impor bahan baku dan barang modal, industri pengolahan adalah sektor yang kemungkinan akan mencatatkan pertumbuhan lebih lambat pada kuartal III/2019. Hal ini dikarenakan hilirisasi produk manufaktur di Indonesia juga masih berkembang dengan lamban.

Josua juga menambahkan dengan kondisi neraca dagang Agustus 2019 dengan impor turun signifikan, untuk migas dan nonmigas, menjadi cerminan pertumbuhan investasi sepanjang Juli-Agustus ini masih moderat.

"Investasi ini mungkin karena banyak juga investor masih wait and see," kata Josua.

Imbasnya, sambung Josua, dengan investasi pada kisaran 5,0% sampai 5,5% saja, maka pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 kemungkinan hanya berada pada rentang 5,05% sampai 5,1%.

"Angka 5,1% itu pun hanya dengan asumsi ekspor bisa terkoreksi lebih baik. Kalau investasi ternyata lebih baik pertumbuhan masih bisa capai 5,2%," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper