Bisnis.com, JAKARTA – Baja China diprediksi akan membanjiri pasar global lantaran pertumbuhan produksi baja di China yang diikuti oleh penurunan permintaan baja di pasar properti. Pelaku industri baja di Indonesia pun meminta pemerintah mengantisipasi hal ini.
Asosiasi Baja Dunia (World Steel Assoociaton) menyatakan produksi baja Negeri Tirai Bambu pada Januari-Juli 2019 tumbuh 9% menjadi 577,06 juta ton dari periode yang sama tahun lalu 529,35 juta ton.
Wood Mackenzie (Woodmac) memperkirakan serapan baja di pasar China akan melambat karena pasokan rumah yang berlebih dan proyek pengembangan area kumuh yang akan rampung pada tahun depan. Woodmac memproyeksikan pertumbuhan permintaan baja pada sektor properti akan melambat pada tahun ini menjadi 2,9% dari 3,9% pada akhir tahun lalu.
Head of China Bulks Woodmac Ming He dalam keterangan resmi mengatakan pertumbuhan permintaan baja China akan negatif setelah 2020. Adapun, sektor properti menyerap sekitar sepertiga dari baja Cina yang didistribusikan di pasar domestik.
“Dengan perkiraan tingkat urbanisasi di bawah 1% dan perubahan demografi dengan memperbesarnya populasi usia purnakarya dan rendahnya tingkat mortalitas akan memperlambat permintaan properti yang pada akhirnya memperlambat permintaan baja [China] setelah 2020,” ujarnya pekan lalu.
Indonesia Zinc Aluminium Steel Indsutry (IZASI) menyatakan kapasitas terpasang industri baja lapis mencapai 1,075 juta ton per tahun. Adapun, baja lapis biasa menopang 75% dari total produksi baja lapis nasional, sedangkan baja lapis warna berkontribusi sekitar 25%.
Dengan utilitas pabrikan industri baja lais di posisi 40%, produksi industri baja lapis pada tahun ini diperkirakan hanya 430.000 ton per tahun. Penurunan utilitas tersebut disebabkan oleh baja lapis impor yang mendominasi 70% dari total baja lapis di pasar lokal. Adapun, baja lapis dari Vietnam dan China mengisi 57% total permintaan baja lapis nasional.
Direktur Eksekutif IZASI Maharani Putri menyatakan pemerintah harus melindungi industri baja nasional, khususnya baja lapis, dari serbuan baja impor dari China. IZASI berharap persetujuan pengajuan bea masuk anti dumping sementara (BMADS) oleh asosiasi dipercepat.
Maharani mengatakan pihaknya juga sedang mengajukan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) bersama Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Menurutnya, penerapan BMADS akan membantu industri baja lapis lokal bertahan.
Selain itu, Maharani menyarankan agar pemerintah mewaspadai arus investasi asing yang masuk ke industri baja. Pasalnya, permintaan baja nasional akan meningkat seiring dengan adanya proyek pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur senilai Rp466 triliun.