Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan 400 kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mendapat bantuan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada tahun ini.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Rufi'i mengatakan jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada 2018, terdapat 152 kelompok UMKM yang mendapat bantuan sertifikasi, terdiri dari 3.172 UMKM industri dan 247 UMKM hutan hak.
Untuk sertifikasi tahun ini, KLHK menggelontorkan dana Rp20 miliar dari APBN. Mereka juga memberi pendampingan bagi UMKM untuk merapikan dokumen hingga tahap pengawasan.
Pengawasan dilakukan oleh auditor setiap 1 tahun sekali dan selambat-lambatnya 12 bulan sejak terbitnya sertifikat legalitas kayu S-LK. Jika pemegang izin, pemegang hak pengelolaan, atau pemilik hutan hak menghendaki penilikan dilakukan oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) selain yang menerbitkan S-LK, maka dilakukan verifikasi dari awal. Keputusan hasil penilikan dapat berupa kelanjutan, pembekuan, atau pencabutan S-LK.
SVLK, kata Rufi'i, menjadi penting bagi para pelaku usaha di bidang kehutanan. Selain menjaga kelestarian agar tidak asal tebang, SVLK juga membuktikan kepada negara tujuan ekspor bahwa kayu yang diambil dari hutan bukan hasil pembalakan liar.
Nyatanya, langkah Indonesia yang tegas menerapkan sertifikasi terhadap kayu hasil hutan seiring waktu dicontoh oleh negara lain. Misalnya Korea Selatan yang bakal menerapkan Act on the Sustainable Use of Timber sebagai bentuk menanggulangi illegal logging dan mempromosikan perdagangan kayu legal pada 2 Oktober mendatang.
Negara tersebut akan memberi sanksi bagi para importir yang tidak menyertakan dokumen legalitas kayu. "Bulan lalu kita sudah bicara dengan China sedang bangun kebijakannya [legalitas kayu dan produk turunannya]," ungkap Rufi'i kepada Bisnis, Kamis (12/9/2019).
Oleh karena itu, dia menilai sertifikasi menjadi keharusan bagi para pelaku usaha, tak terkecuali UMKM.
Lebih lanjut dia menuturkan, dengan SVLK, nilai ekspor kayu dan produk turunannya meningkat. Pada 2018, nilai ekspor produk kayu bersertifikat SVLK sebesar US$12,132 miliar sedangkan pada 2017 nilainya US$10,935 miliar.
Khusus mebel, nilai ekspor furnitur yang bersertifikat pada 2018 sebesar US$1,383 miliar, sementara yang tidak bersertifikat hanya US$311 juta.
Rufi'i menambahkan, SVLK seharusnya tidak cukup dengan Permenhut melainkan harus dengan Peraturan Pemerintah agar semua kementerian dan lembaga terkait terlibat untuk mengatur tata usaha produk kayu dan turunannya.