Bisnis.com, JAKARTA -- Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum bisa memeriksa isi ratusan kontainer impor yang telah menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok.
Kasubdit Komunikasi Dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro menyatakan bahwa importir kontainer tersebut masih belum melakukan declare Dokumen Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.3) sehingga proses pemeriksaan masih terhambat.
"Kalau dokumennya belum di-submit kami masih belum memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan kontainer tersebut. Jadi importirnya harus submit dokumen terlebih dahulu," tuturnya pada Bisnis.com, Rabu (11/9/2019).
Deni menambahkan, pihaknya segera melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap sekitar 900 kontainer yang tertimbun di kawasan berikat setelah menerima dokumen tersebut.
"Tunggu saja, pasti akan kami lakukan penelitian, apabila dokumen sudah di-declare, kita bisa memberikan surat ke KLHK untuk bersama memeriksa kontainer-kontainer tersebut," paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Masyarakat Maritim, Logistik dan Transportasi/Indonesia Maritime Logistic Transportation Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tentowi mengkhawatirkan ratusan kontainer akan mengendap dan memengaruhi kelancaran arus barang dan logistik dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok akibat kepadatan pada Yard Occupancy Ratio (YOR) di terminal peti kemas.
Baca Juga
"Apabila dibiarkan atau terlambat pemeriksaannya akan menyebabkan terganggunya kelancaran arus barang dan juga akan menyebabkan makin tingginya biaya penumpukan di pelabuhan sehingga akan menyulitkan proses re-ekspornya," ujar Achmad.
Menurutnya, bahwa belum ada regulasi yang mengatur tentang pengabaian barang impor di pelabuhan, sehingga pihaknya belum bisa melaporkan apabila terdapat kejadian 'pengabaian' kontainer impor yang merugikan kelancaran arus barang.
Dia berharap instansi yang berwenang dapat lebih tegas menyatakan apakah kontainer impor limbah plastik itu dapat direlease keluar pelabuhan atau harus dire-ekspor.
"Mengingat, dari jumlah peti kemas impor tersebut berisi sampah yang dikhawatirkan mengandung bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan telah mengendap di terminal peti Kemas maupun fasililitas TPS di pabean Priok lebih dari 60 hari," ucapnya.