Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah Indonesia mendesak Vietnam untuk transparan dalam menentukan kebijakan tarif atas produk kendaraan terurai atau completely knocked down/CKD.
Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita kepada pemerintah Vietnam dalam Pertemuan AEM-AFTA Council dan AEM-AIA Council di Bangkok, Thailand pada Jumat (7/9/2019).
Kebijakan Vietnam itu dinilai menjadi kendala tersendiri dalam proses liberalisasi perdagangan Asean.
“Ada dua hal yang menjadi perhatian utama Indonesia dalam pertemuan Menteri AFTA. Pertama, terkait transposisi pos tarif Vietnam untuk produk kendaraan terurai yang dinilai tidak transparan. Kedua, isu lama mengenai pos tarif minuman beralkohol Indonesia yang masih masuk dalam General Exception List (GEL),” ujarnya, seperti dikutip dari siaran persnya, Sabtu (7/9/2019).
Dia menambahkan, para menteri negara anggota AFTA yakni Indonesia, Kamboja, Vietnam, dan Singapura mendesak Menteri AFTA Vietnam untuk memastikan bahwa tarif setiap komponen pembentuk CKD adalah 0%.
Menurutnya, seharusnya Vietnam menginfokan nilai tarif untuk produk CKD sebesar 0%. Namun Vietnam malah menghapus tarif untuk produk CKD dan penetapan pos tarifnya didasarkan bukan pada kesatuan produk utuhnya, melainkan per komponen.
Akibatnya, kata Mendag, proses mendapatkan tarif preferensi ekspor CKD dibebani dengan penyiapan dokumen preferensi per komponen CKD.
Mendag menjelaskan, Menteri AFTA dari keempat negara tersebut sepakat meminta Menteri AFTA Vietnam agar memberikan solusi transparansi atas dampak dihapuskannya pos tarif CKD tersebut dalam transposisi tariff reduction schedule (TRS) atas tarif Asean (Asean Harmonized Tariff Nomenclature/AHTN) 2012 ke AHTN 2017.
“Pertemuan AFTA Council menyetujui mencoba menyelesaikan permasalahan ini yaitu melalui side letter [surat keputusan bersama] oleh Vietnam. Namun, Indonesia menegaskan bahwa side letter tersebut harus dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi panduan bagi petugas bea cukai Asean di lapangan,” lanjutnya.
Sementara itu, terkait dengan pos tarif minuman beralkohol di Indonesia, Mendag mengungkapkan masih kesulitan mengeluarkannya dari dalam daftar produk yang dikecualikan (General Exception List/GEL) dari pengenaan tarif preferensi, meskipun isu ini telah lama dibicarakan.
Hal ini dikarenakan isu minuman beralkohol merupakan isu sensitif dalam negeri Indonesia. Posisi Indonesia tersebut juga didukung Menteri AFTA Malaysia. Negara-negara Asean juga telah mendesak Indonesia dan Malaysia menuntaskan masalah ini dalam perundingan ATIGA sejak 2007.
Meskipun demikian, para Menteri AFTA Council sepakat perlu dicari jalan keluar yang jelas atas isu berkepanjangan yang ada di Asean, agar kredibilitas Asean di mata dunia dapat terjaga.
Sedangkan pada pertemuan AIA Council, para Menteri fokus membahas perkembangan kerja sama investasi di Asean. Sejumlah negara Asean termasuk Indonesia telah melakukan sejumlah upaya reformasi kebijakan investasi yang diharapkan dapat menarik sejumlah investasi asing (foreign direct investment/FDI) ke wilayah Asean.
Para menteri juga membahas penyelesaian ratifikasi sejumlah protokol untuk mengubah Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang mengatur ketentuan mengenai perkembangan promosi, fasilitasi, dan perlindungan investasi di kawasan tersebut.