Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan peternak mandiri kembali mengeluhkan harga ayam hidup siap potong (livebird) yang berada di bawah biaya pokok produksi. Kondisi serupa sempat terjadi pada Juni lalu dan diwarnai dengan aksi bagi-bagi ayam gratis di berbagai wilayah di Pulau Jawa.
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi dalam orasinya di depan kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hari ini, Kamis (5/9/2019), mengatakan bahwa harga ayam sempat menyentuh harga terendahnya pada Agustus lalu di angka Rp8.000/kg. Adapun per 3 September 2019, harga rata-rata livebird di Pulau Jawa berkisar antara Rp9.500-Rp12.000/kg.
Pasokan ayam yang melebihi kebutuhan lagi-lagi dituding sebagai penyebab gejolak harga. Alasan serupa inilah yang kemudian mendorong Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengeluarkan kebijakan penarikan 30 persen telur tetas day old chick kelas final stock (DOC FS) dari mesin hatchery di Jawa Tengah.
"Harga livebird selalu dibawah biaya pokok produksi peternak yang puncaknya terjadi di Juni 2019 dan kembali terjadi di Agustus 2019. Berbagai upaya dilakukan dan disuarakan peternak kepada pemerintah, termasuk upaya antisipasi untuk menjaga kestabilan harga. Namun, tak pernah ada solusi yang jitu dan berkepanjangan," keluh Sugeng.
Sugeng menyebutkan peternak mandiri telah menelan kerugian yang tak sedikit. Ia memperkirakan besaran kerugian peternak secara nasional bisa mencapai Rp1,7 triliun dengan asumsi kerugian minimal Rp1.200/kg dan produksi livebird per pekan oleh peternak mandiri sekitar 18 juta ekor per minggu.
Kerugian ini diperparah dengan harga pokok produksi, yang mencakup sarana produksi, cenderung stabil. Tercatat sejak awal 2019 sampai saat ini, harga pakan berada di kisaran harga Rp6.800-7.400/kg. Sementara untuk harga DOC FS, sejak Agustus 2018 selalu bertengger di harga Rp6.600-Rp6.100 dan berangsur turun pada Juni–Agustus 2019 ke harga 4.000.
Baca Juga
"Tapi itu belum membantu karena pada periode ini. Harga livebird juga mencapai titik terendah," sambung Sugeng.
Upaya pengendalian populasi lewat pemangkasan DOC FS pun ia sebut tak berdampak banyak. Pasalnya hal ini selalu diikuti dengan kenaikan harga akibat berkurangnya ketersediaan DOC bagi peternak.