Kemenhub Dorong Pemakaian Bus Listrik
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengkhawatirkan dampak lingkungan dari pengoperasian KBL yang sering disoroti publik, yakni emisi pembangkitan dan pengelolaan limbah baterai.
Seharusnya, pengelolaan limbah baterai KBL tidak menjadi alasan untuk menghambat perkembangan kendaraan bebas emisi itu. Saat ini sudah ada prosedur yang diatur dalam Peraturan Pemeritah (PP) No. 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
“Rencana jumlah produksi KBL beserta usia habis pakai baterai harus diestimasi secara serius pada saat pabrik pembuatan KBL dimulai,” tuturnya.
Dengan kebijakan itu, tegasnya, sentra pengolahan limbah baterai dapat memperkirakan jumlah dan kapasitas olah limbah.
Menurutnya, kehadiran KBL akan dirasakan manfaatnya oleh publik. Tak hanya saat KBL beroperasi saja, tetapi juga pada saat baterai KBL menjadi limbah yang bisa ditangani secara serius.
Sebaliknya, Technical Director PT Mobil Anak Bangsa (MAB) Bambang Tri Soepandji berharap dengan berbagai insentif fiskal dari pemerintah, harga bus listrik dapat terpangkas hingga 20%. Dengan penurunan harga itu, paparnya, KBL dapat lebih bersaing dengan kendaraan berbahan bakar diesel.
Dengan langkah itu, operator bus akan lebih ringan membeli armada KBL. Selain itu, biaya yang diberikan pemerintah melalui subsidi transportasi umum bisa lebih turun lagi. Seiring dengan perkembangan teknologi, dia percaya biaya yang dibutuhkan akan kian kecil sementara performa KBL yang diberikan kian baik.
Dia juga berharap agar KBL dipercaya sebagai kendaraan masa depan yang dapat menyelesaikan beragam permasalahan seperti polusi udara dan kemacetan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mendorong agar pengguna sepeda motor mulai beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke KBL.
Baginya, langkah itu guna mendobrak permasalahan polusi yang ada di kota besar, terutama di Jakarta yang selama ini masuk kota paling berpolusi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2017, jumlah kendaraan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai 24,9 juta dengan 74% merupakan sepeda motor yang mencapai 18,5 juta unit.
Dengan kondisi separah itu, sudah semestinya pemerintah memiliki kebijakan terpadu mengatasi kemacetan dan polusi udara di Jabodetabek.