Bisnis.com, JAKARTA -- Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji mengatakan terkait dengan nilai tax expenditure yang semakin meningkat, harus dipahami bahwa laporan belanja perpajakan atau tax expenditure report (TER) merupakan wujud dari transparansi fiskal yang dianjurkan oleh IMF maupun OECD.
Keberadaan Tax Expenditure Report sendiri juga merupakan salah satu dokumen yang bisa dipergunakan sebagai sumber untuk mengetahui kepada siapa belanja pajak ditujukan (misal kelompok WP, sektor), dalam bentuk apa (misal pembebasan PPN, tax holiday PPh), serta berapa estimasi dampaknya (revenue forgone vs efek pengganda yang diciptakannya).
"Tujuannya untuk membantu pemerintah dalam proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi keringanan pajak yang diberikan pemerintah," kata Bawono, Selasa (20/8/2019).
Kendati demikian, dia sangat menyangkan hingga saat ini belum memiliki landasan hukum yang kuat terkait adanya TER. Padahal banyak negara lain yang sudah mengatur hal tersebut. Tidak adanya dasar hukum dapat memberikan kelemahan. Pertama, belum ada kewajiban waktu terbit, tata cara pengawasan (dilaporkan kepada siapa), maupun format dan standar TER.
Kedua, belum terdapat pembagian tugas dalam unit pemerintah mengenai proses dokumentasi dan pembuatan TER. Ketiga, belum adanya prosedur evaluasi mengenai dampak dari tax expenditure.
"Dengan belum adanya format baku, periodesasi yang jelas, tata kelola pelaporan, pembagian tugas, serta prosedur evaluasi dapat berpotensi menjadikan belanja perpajakan di Indonesia sebagai hal yang 'sulit untuk diawasi dan dijamin efektivitasnya," jelasnya.