Bisnis.com, JAKARTA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia menyatakan dukungan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang mengatakan Kalimantan Barat perlu mengembangkan PLTN karena ada rencana pengembangan smelter aluminium di wilayah tersebut. PLTN dinilai menjadi pembangkit yang mampu memenuhi kebutuhan listrik dari industri smelter tersebut.
Menurutnya, dukungan tersebut telah disesuaikan dengan hasil kajian dan riset tim penyiapan pembangunan PLTN dan komersialisasinya. Hasil kajian dan riset menyatakan Kabupaten Bengkayang dinilai layak untuk dijadikan lokasi percontohan.
PLTN, menurutnya, menjadi pembangkit yang akan mengakhiri porsi bauran energi fosil di Indonesia.
"Sebagai contoh, rencana pengembangan bauksit menjadi aluminium di Kalimantan Barat memerlukan energi skala besar, stabil, murah, dan bebas polusi. Hal tersebut hanya akan dapat dipenuhi jika kita membangun energi baru dan terbarukan melalui pembangkit tenaga nuklir," katanya, dalam Sidang Tahunan DPD RI di Gedung DPR RI, Jumat, (16/8/2019).
Dia melanjutkan dukungan akan pembangunan PLTN juga datang dari masyarakat setempat. Berdasarkan hasil riset, tutur Oesman, sebanyak 87 persen masyarakat Provinsi Kalimantan Barat setuju adanya pembangunan PLTN guna mendukung industrialisasi dan mensejahterakan masyarakat.
Baca Juga
"Selain itu, pembangunan pembangkit tenaga nuklir ini juga merupakan langkah strategis yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam melakukan ekspor sumber daya alam dalam bentuk semi-finishing product atau finishing product," katanya.
Adapun Kalimantan Barat memiliki deposit uranium sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan total 45.730 ton. Pembangunan pembangkit tenaga nuklir juga tepat dilakukan karena kondisi geografis provinsi tersebut yang relatif aman dari gempa.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Relevansi dan Produktivitas Kemenristekdikti Agus Puji Prasetyono mengatakan apabila Kalimantan Barat ingin menjadi daerah industri, perlu memiliki listrik yang andal. Ada sejumlah industri yang berencana membangun pabrik maupun melakukan ekspansi di Kalimantan Barat dengan kebutuhan energi listrik total mencapai 1.800 MW.
Kebutuhan listrik tersebut belum ditambah dengan kebutuhan rumah tangga, fasilitas umum, dan pariwisata yang membutuhkan pasokan listrik dari semula 541 MW pada 2018 menjadi 3.783 MW pada 2027.
Sementara saat ini, Kalimantan Barat mengalami defisit listrik dan memenuhinya dengan melakukan impor dari Serawak, Malaysia, sebesar 200 MW atau sekitar 30 persen dari kebutuhan energi listrik saat ini.