Direktur Utama PT Kereta Commuter Indonesia Wiwiek Widayanti mengatakan bahwa untuk mewujudkan target 60 persen pengguna transportasi publik perlu adanya sinergi dengan seluruh operator, dan stakeholder terkait lainnya.
“Tidak bisa menentukan sendiri-sendiri. Ini menjadi peran BPTJ untuk memanggil pihak-pihak terkait supaya duduk bersama dan menyampaikan kemampuannya masing-masing sehingga kalkulasinya lebih jelas,” ucapnya.
Wiwiek mengungkapkan, KCI selaku operator KRL Commuter Line juga terus melakukan inovasi guna menarik minat masyarakat agar mau menggunakan transportasi publik.
Terobosan-terobosan yang dilakukannya antara lain ialah melakukan revitalisasi sarana commuter line, menghadirkan aplikasi digital, serta berbagai kemudahan-kemudahan lainnya seperti sistem pembayaran, dan TOD.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bidang Perkeretaapian Aditya Dwi Laksana. Dia menyatakan bahwa dibutuhkan terobosan dan langkah yang ekstrem dari pemerintah untuk bisa mewujudkan target ambisius tersebut.
Dia menuturkan, tantangan utama yang tidak sekadar menyediakan transpotasi publik yang baik, tidak sekadar menambah kapasitas angkutan umum, tetapi yang lebih kompleks adalah mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi.
Penggunaan kendaraan pribadi tersebut dinilai sudah melekat di dalam mindset dan kultur masyarakat di perkotaan yang lebih senang menggunakan kendaraan pribadi.
“Mindset masyarakat di perkotaan itu masih banyak yang merasa lebih bergengsi jika memakai kendaraan pribadi, dan malas kalau harus jalan kaki untuk akses ke transportasi publik, karena maunya door to door. Artinya, keluar pintu rumah maunya langsung sampai ke tempat tujuan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pekerjaan rumah utama pemerintah saat ini ialah untuk meyakinkan bahwa transportasi publik sudah jauh berkembang dan lebih nyaman. Pemerintah juga harus menyosialisasikan bahwa hidup yang efisien dan berkualitas adalah dengan menggunakan transportasi publik.
Mengenai target 60 persen pengguna transportasi publik pada 2029, Aditya mengatakan bahwa angka tersebut memang sangat ideal untuk mengatasi berbagai persoalan yang selama ini menghantui di kawasan perkotaan seperti kemacetan dan polusi.
Meskipun demikian, dia menilai target yang ditetapkan seharusnya bisa lebih realistis dan disesuaikan dengan kondisi yang terjadi saat ini.
Menurutnya, pemerintah dan stakeholder terkait lainnya sebaiknya melakukan evaluasi secara berkala setiap 3 tahun atau 5 tahun sekali untuk menyesuaikan target yang ditetapkan.
Selain itu, dia juga mengimbau agar pemerintah tak terlalu fokus pada pencapaian target saja, tetapi hal terpenting yang harus diperhatikan ialah kualitas pelayanan transportasi publik, untuk menaikkan secara signifikan jumlah pengguna transportasi publik.
“Kalau masyarakat merasa value naik angkutan umum tidak sepadan dengan usahanya untuk naik kendaraan pribadi, tidak akan pernah tercipta kebiasaan untuk naik angkutan umum,” ungkapnya.