Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan menyampaikan agar pelayaran nasional memanfaatkan galangan kapal dalam negeri ketimbang luar negeri.
Permintaan itu disampaikan Ditjen Perhubungan Laut Agus H. Purnomo, khusus kepada anggota Indonesia National Shipowners' Association (INSA). Kalaupun tidak membangun kapal baru di dalam negeri, INSA diharapkan setidaknya melakukan perbaikan rutin (docking) kapal pada galangan nasional.
"Tolong galangan kapal Indonesia dihidupkan oleh INSA. Galangan di Indonesia ini jumlahnya ratusan, semua hampir mati suri," ujarnya dalam sebuah diskusi, Selasa (6/8/2019).
Kemenhub, lanjut Agus, juga sudah meminta agar pengangkutan minyak dan LNG menggunakan tanker-tanker yang dibangun di dalam negeri. Demikian pula dengan fasilitas penyimpanan dan pengolahan LNG, agar menggunakan floating storage and regasification unit (RSFU) buatan lokal. Menurut dia, permintaan itu sudah disampaikan kepada SKK Migas dan Pertamina.
"INSA harus siap-siap, supaya kapal-kapal itu jangan asing. Sekarang hampir seluruhnya asing. Itu kan hanya floating storage. Kenapa enggak dibuat di Indonesia?" ujarnya.
Sebelumnya, Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menyebutkan utilisasi galangan kapal nasional rata-rata hanya 30% dari kapasitas bangun baru yang sekitar 1,2 juta DWT atau 8,5 juta GT (Bisnis.com, 17/7/2019).
Dimintai tanggapan, Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim mengatakan hampir semua pelayaran Merah Putih sudah melaksanalan perbaikan dock di galangan dalam negeri.
Namun, pelayaran ada kalanya menemui kendala berupa pelaksanaan docking yang lambat, yakni hingga 1,5 bulan. Sebagai pembanding, docking di Singapura selesai dalam tujuh hari.
Masalah lainnya, ketidaksiapan tenaga ahli khusus bidang permesinan dan kelistrikan membuat galangan nasional kurang kompetitif. Belum lagi koordinasi perencanaan yang tidak konsisten karena kerja sama di lapangan yang tidak baik.
"Sehingga, pengusaha mengalami lost of time dan opportunity loss yang sangat besar, plus beban biaya yang tinggi karena lamanya pelaksanaan dock. Jadi, double impact," katanya.
Budhi melihat masalah galangan kapal nasional berpangkal pada keinginan galangan untuk melaksanakan sendiri semua pekerjaan. Padahal di Singapura, pekerjaan docking dan bangun kapal baru lazim disubkontrakkan oleh satu galangan kepada galangan lain. Menurut Budhi, cara pengusaha galangan di Negeri Merlion ini meniru langkah Jepang.
"Dibantu kontraktor sesuai dengan keahlian masing-masing dengan koordinasi yang baik," ujarnya.