Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dorong para kelompok tani hutan (KTH) perhutanan sosial untuk melakukan pengembangan minyak kayu putih di lahan Perum Perhutani.
Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK, mengatakan kerja sama pengembangan minyak kayu putih dengan Perhutani akan dilakukan melalui skema Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
"Kami juga akan memberikan pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan [KULIN KK] antara petani dengan Perum Perhutani," kata Bambang di Jakarta, baru-baru ini.
Dia melanjutkan per 30 Juni 2019, pihaknya telah menerbitkan 63 SK IPHPS di Pulau Jawa dengan total luasan mencapai 25.977 hektare (ha). Izin tersebut diberikan kepada kepada 23.113 kepala keluarga (KK).
Dari total izin tersebut, Bambang mengatakan ada 17 KTH yang memiliki potensi komoditi kayu putih, antara lain KTH Kabupaten Boyolali, Pati, Blora, Grobogan, dan Bojonegoro.
Adapun pemanfaatan areal IPHPS berupa pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK), yaitu hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani, serta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.
Baca Juga
Salah satu jenis HHBK yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan adalah minyak kayu putih. Kebutuhan pasar minyak kayu putih saat ini sekitar 4.500 ton/tahun, namun pasokan dalam negeri baru mencapai 2.500 ton/tahun, bahkan untuk memenuhi kebutuhannya perusahaan mengimpor dari China.
Oleh sebab itu, Bambang menilai bahwa ada potensi ekonomi yang besar apabila para KTH mau mengembangkan komoditas tersebut.
Selain itu, menurutnya, pengembangan minyak kayu putih ini juga dapat memberikan kepastian usaha bagi KTH karena hasil budi daya kayu putih mereka sudah memiliki offtaker, yakni Perhutani. "Harganya nanti disesuaikan dengan harga pasaran," kata Bambang.
Saat ini, harga jual minyak kayu putih di pasaran di patok senilai Rp250.000/kg-Rp260.000/kg.
Di sisi lain, Guna mendukung keberhasilan kemitraan antara KTH dengan Perum Perhutani, Bambang mengatakan pihaknya memberikan beberapa indentif, salah satunya adalah kemudahan akses pembiayaan melalui Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU Pusat P2H).
"Dana dari BLU KLHK sudah mampu membiayai usaha kayu putih baik dari sisi on farm dan off farm. Usaha kayu putih yang saat ini belum bankable untuk mendapatkan kredit dari perbankan dapat memanfaatkan dana bergulir dari BLU Pusat P2H," kata Bambang.
Sumardi, Direktur Operasional Perum Perhutani menyampaikan pihaknya telah membudidayakan kayu putih di lahan seluas 44.000 ha.
Dari total luas lahan budi daya tersebut, produksi kayu putih Perhutani baru mencapai 27.000 ha dengan total produksi daun kayu putih sebanyak 57.000 ton/tahun. "Dari 57.000 ton daun itu diproses menjadi minyak kayu putih sebanyak 405 ton/tahun," jelasnya kepada Bisnis.
Di sisi lain, Perhutani juga sudah memiliki 9 pabrik minyak kayu putih dan menjadi offtaker dari 15 pabrik minyak kayu putih lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) yang menghasilkan minyak kayu putih sebanyak 2.500 ton/tahun.
Dia berharap dengan adanya kerja sama antara KTH perhutanan sosial dan Perhutani, produksi minyak kayu putih nasional nantinya dapat mencapai 4.000 ton/tahun dengan nilai sekitar Rp1,03 miliar. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu lagi mengimpor minyak kayu putih mulai 2025.