Bisnis.com, JAKARTA — Insentif perpajakan bukan menjadi faktor utama para investor dalam mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya di Tanah Air.
Yusuf Rendy Manilet, Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, mengatakan walaupun pemerintah telah menawarkan berbagai macam insentif perpajakan untuk sektor manufaktur, realisasi investasi di sektor ini masih mengalami penurunan.
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) di sektor industri pengolahan sepanjang semester I/2019 senilai Rp104,6 triliun. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, nilai ini turun 13,98% dari Rp121,6 triliun.
“Dari data BKPM bisa dilihat bahwa pajak bukan pertimbangan utama investor untuk berinvestasi di manufaktur, ada faktor lain,” katanya, Selasa (30/7/2019).
Yusuf mengatakan faktor yang menjadi pertimbangan para investor di antaranya daya saing tenaga kerja, kemudahan perizinan, upah tenaga kerja, kepastian bahan baku, dan lainnya.
“Kombinasi faktor ini yang dilihat investor, saat ini realisasi melambat karena daya saing dan masalah struktural belum terselesaikan,” ujar Yusuf.
Menurutnya, pemerintah harus melakukan reformasi struktural untuk memperbaiki kinerja investasi dan ekspor secara keseluruhan. Namun, dalam jangka pendek, akan lebih baik jika pemerintah mampu menangkap kesempatan relokasi beberapa perusahaan dari China di tengah perang dagang dengan Amerika Serikat.
Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Core Indonesia, mengatakan perkembangan terakhir perusahaan asal China yang merelokasi pabriknya ke Vietnam sudah terlalu banyak. Vietnam telah menjadi negara tujuan investasi bahkan sebelum perang dagang berlangsung.
Saat ini mulai terjadi kejenuhan di Vietnam karena antrean pelabuhan panjang, begitu juga dengan kemacetan. Para pengusaha pun harus berebut dalam mendapatkan tenaga kerja yang terampil.