Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral masih mengkaji kelayakan bisnis PT Vale Indonesia Tbk. sebagai bagian dari valuasi 20 persen saham divetsasi yang ditargetkan rampung pada Agustus 2019.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, metode yang digunakan untuk mengkaji kelayakan bisnis perusahaan tersebut yakni biaya modal tertimbang rata-rata atau weight average cost of capital (WACC). Adapun WACC memperhitungkan biaya modal suatu perusahaan yang terdiri dari saham, penggunaan utang, dan laba ditahan.
Menurutnya, pemerintah masih melakukan persamaan persepsi mengenai kondisi WACC perusahaan tersebut. WACC akan melihat risiko-risiko yang dapat terjadi dalam perusahaan sehingga menjadi acuan dalam faktor pengurang valuasi saham.
“Jadi, kalau WACC semakin tinggi semakin kurang baik. Nanti semakin menjadi pengurang nilai dari divestasi saham itu,” katanya, Senin (29/7/2019).
Menurutnya, divestasi saham Vale harus menguntungkan negara. Begitupun juga dengan valuasi saham harus sesuai dengan harga yang wajar.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin menegaskan pihaknya siap untuk membeli saham divestasi Vale apabila ditugaskan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM. Menurutnya, Vale memiliki cadangan nikel yang paling besar dan bagus di Indonesia.
“Kalau kami nanti disuruh sudah sangat siap. Pimpinannya kan Pak Jonan,” katanya.
Budi mengatakan meski memiliki pendanaan yang cukup untuk membeli saham Vale, perseroan bisa saja mencari pinjaman. Namun, keputusan tersebut belum bisa ditentukan karena belum ada penugasan dari Kementerian ESDM.