Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Skema Beli Putus Tebu Petani oleh Pabrik Gula BUMN Belum Efektif

Skema sistem beli putus untuk produksi tebu milik petani oleh pabrik gula (PG) milik BUMN yang mulai diterapkan pada musim panen tahun ini belum berjalan optimal. 
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur./ANTARA-Ari Bowo Sucipto
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur./ANTARA-Ari Bowo Sucipto

Bisnis.com, JAKARTA — Skema sistem beli putus untuk produksi tebu milik petani oleh pabrik gula (PG) milik BUMN yang mulai diterapkan pada musim panen tahun ini belum berjalan optimal. 

PT Perkebunan Nusantara X dengan wilayah operasi di Jawa Timur menerapkan sistem beli putus atau sistem pembelian tebu (SPT) dengan sejumlah penyesuaian, setelah sekian lama menggunakan sistem bagi hasil dalam menyerap panen petani. 

Direktur Utama PTPN X Dwi Satriyo Annurogo mengemukakan langkah penyesuaian dilakukan karena pihaknya dan petani membutuhkan masa transisi. Alih-alih membeli tebu secara langsung dari petani di awal, Dwi menjelaskan pabrik gula milik PTPN X menerapkan perhitungan harga pembelian dengan melihat pada kualitas tebu yang terefleksi dari rendemennya. 

Harga pun juga akan ditetapkan dengan mengacu pada harga gula di pasar. “Kami tidak langsung transaksi di depan, tapi kami konversi dulu berapa rendemen bahan baku, berapa gula yang dihasilkan, lalu berapa harga gula di pasar. Dari situlah harga kami berikan ke petani,” kata Dwi saat dihubungi Bisnis, Selasa (22/7/2019). 

Dwi menilai penyesuaian ini cenderung lebih adil bagi petani mengingat kualitas tebu menjadi penentu pendapatan yang diperoleh. Sistem yang saat ini diterapkan pun ia sebut bisa membangun sinergi antara pabrik gula dan petani. 

“Ini juga merupakan bentuk pembinaan kepada petani. Kalau kami langsung lepas beli di depan itu juga tidak membina dan seolah-olah transaksi putus,” sambungnya. 

Penerapan SPT yang tak murni ini pun, kata Dwi, bisa menghentikan praktik persaingan tak sehat dalam memperebutkan pasar gula yang terkadang muncul ketika sistem bagi hasil berlaku. 

“Dulu ada gula milik petani dan PG [66 persen gula petani dan 34 persen milik PG] untuk rendemen standar. Petani bisa menjual langsung, petani kan jumlahnya banyak meski ada asosiasi. Di situ bisa muncul perbedaan harga yang signifikan, bisa saja antara gula petani dan PG itu saling bersaing dan berkompetisi. Padahal petani dan PG adalah mitra,” tutur Dwi.

Dengan SPT yang masih dalam penyesuaian, Dwi menyebutkan pabrik gula dan petani bisa menjalin sinergi, termasuk dalam koordinasi penjualan gula sehingga harganya terkendali. Adapun harga pasaran gula saat ini, menurut Dwi, berada di kisaran Rp10.250 sampai Rp10.500 per kg. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper