Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan bahwa potensi membengkaknya beban pembayaran bunga utang pada tahun ini masih dalam batasan aman.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan bahwa deviasi dalam prognosis pembayaran bunga utang APBN 2019 sebenarnya tak jauh dari range yang ditargetkan pemerintah.
Oleh karena itu, menurut Luky, prognosis tersebut tidak bisa menjadi tolok ukur untuk melihat apakah pembayaran bunga utang selama ini membebani APBN atau tidak. Apalagi keputusan Bank Indonesia yang memangkas suku bunga menjadi 5,75%, dari sisi fiskal akan membantu meringankan beban cicilan bunga utang pemerintah.
“Karena masih prognosis, dengan BI menurunkan suku bunga terus ya bisa lebih [kecil lagi],” kata Luky kepada Bisnis.com, Senin (22/7/2019).
Luky menambahkan, meningkatnya beban bunga utang tersebut merupakan konsekuensi dari pertumbuhan utang yang setiap tahun mengalami kenaikan. Namun demikian, pertumbuhan utang termasuk penambahan pembayaran bunga utang masih sesuai dengan perkiraaan pemerintah.
Pembayaran bunga utang tercatat terus membebani anggaran. Pasalnya, di tengah tren kinerja pendapatan negara yang loyo, realisasi pembayaran bunga utang justru diperkirakan akan melebihi pagu anggran 2019.
Dalam prognosis APBN 2019, pemerintah mengeluarkan outlook pembayaran bunga utang luar negeri sampai akhir tahun mencapai Rp21,5 triliun atau 107,5% dari target APBN sebesar Rp20 triliun.
Sementara itu, jika dilihat secara keseluruhan, yakni dengan memperhitungkan outlook pembayaran utang dalam negeri yang sebesar Rp254,6 triliun, realisasi pembayaran bunga utang sampai akhir 2019 diperkirakan mencapai Rp276,1 triliun atau 100,1% dari pagu APBN yang dipatok Rp275,8 triliun.
Dengan melihat postur tersebut, pembayaran bunga utang diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 15,7% dibandingkan dengan target APBN 2018 sebesar Rp238,6 triliun atau 6% dari realisasi pembayaran bunga utang 2018 yang sebesar Rp258,09 triliun.
Dalam catatan Bisnis.com, kenaikan beban tak berbanding lurus dengan kemampuan pemerintah untuk membayar utang yang justru mengalami penurunan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, beban pembayaran bunga utang secara nominal selama periode 2014 – 2019 rata-rata naik sebesar 15,7%, sedangkan rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) juga naik dari 1,26% pada 2014 menjadi 1,7% dari PDB pada 2019.
Naiknya beban dari sisi total pembayaran bunga utang tidak diimbangi dengan kemampuan membayar bunga utang yang ditunjukan dengan kenaikan rasio bunga utang terhadap pendapatan negara.
Pada 2014 misalnya, rasio bunga utang terhadap pendapatan masih sebesar 8,6% terus meningkat pada 2018 menjadi 13,3%, meskipun pada 2019 sedikit mengalami penurunan yakni pada angka 12,7%.
Adapun, dalam prognosis APBN 2019, pemerintah berdalih, realisasi pembayaran bunga utang yang melebihi target tersebut merupakan implikasi dari ketidakstabilan perekonomian global yang mendorong capital flow dari berbagai negara ke Amerika Serikat yang berdampak pada pasar surat berharga di seluruh dunia.
"Dinamika perkembangan kondisi pasar keuangan global dan domestik diperkirakan masih akan terjadi dan tetap memengaruhi prognosis program pengelolaan utang negara," tulis Kemenkeu, dalam Prognosis Semester II/2019 yang dikutip Bisnis.com.
Padahal, jika melihat perkembangannya selama semester I/2019, terutama pada 3 bulan pertama pelaksanaan anggaran, realisasi bunga utang dalam negeri sebetulnya sedikit lebih rendah dikarenakan tren penurunan imbal hasil surat berharaga negara (SBN) yang berdampak pada penurunan diskon penerbitan SBN.
Namun demikian, pada kuartal II/2019, imbal hasil SBN kembali volatile, karena kebutuhan likuiditas perbankan dalam menghadapi Lebaran dan spekulasi investor atas pemilu serta penurunan harga komoditas yang berdampak pada melemahnya pendapatan negara.
Dengan outlook sebesar Rp276,1 triliun, pembayaran bunga utang telah memakan porsi sebesar 41% dari proyeksi belanja non kementerian lembaga yang sampai akhir tahun diperkirakan mencapai Rp672,2 triliun dengan asumsi realisasi semester 1/2019 ditambahkan dengan belanja non kementerian lembaga semester II/2019.